|
|
|
|
|
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh,
Puji
syukur saya panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan petunjuk dan
kemudahan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kalimat
Efektif” dengan baik.
Makalah ini dapat tewujud berkat
adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penyusun mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta yang
selalu membimbing dan memberikan do’a restunya.
2. Abangda
Muhammad Nuzul Pratama mahasiswa UNIMED.
3. Semua
pihak yang terlibat dalam penyelesaian penulisan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan pendidikan pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………...i
DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………….….…....1
A. Latar Belakang Masalah
………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………….1
C.Tujuan…………………………………………………………………….1
BAB II PEMBAHASAN……………………………….………………..2
A. Pengertian
Kalimat Efektif…..………………………..………………..2
B. Ciri-Ciri
Kalimat Efektif……...………………….………………….....2
C. Syarat-Syarat
Kalimat Efektif………………………………………….8
BAB III PENUTUP………………………………………………………..9
A. Simpulan………………………………………………………………..9
B. Saran…………………………………………………………………....9
DAFTAR PUSTAKA
BAB
1
PENDAHULUAN
- A. Latar Belakang
Hal yang menyebabkan kalimat menjadi
bidang kajian bahasa yang penting antara lain karena dengan perantaraan
kalimatlah seseorang baru dapat menyampaikan maksudnya secara lengkap dan
jelas. Satuan bahasa yang sudah kita kenal sebelum sampai ada tataran kalimat
adalah kata (mis. Tidak) dan frasa atau kelompok kata (mis. tidak tahu). Kedua
bentuk itu, kata dan frasa, tidak dapat mengugkapkan maksud secara lengkap dan
jelas, kecuali jika keduanya sedang berperan sebgai kalimat minor. Untuk dapat
berkalimat dengan baik, perlu kita pahami terlebih dahulu struktur dasar suatu
kalimat.
Kalimat adalah bagian ujaran yang
mempunyai struktur minimal subjek (S) dan predikat (P) dan intonasinya
menunjukkan bagian ujaran itu sudah lengkap engan makna. Intonasi final kalimat
dalam bahasa tulis dilambangkan dengan titik, tanda tanya, atu tand seru.
Penetapan struktur minimal S dan P dalam hal ini menunjukan kalimat bukanlah
semata-semata gabungan atau rangkaian kata yang tidak mempunyai kesatuan
bentuk.. lengkap dengan makna menunjukan sebuah kalimat harus megandung pokok
pikiran yang lengkap sebagai pengungkap maksud penuturnya.
- B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
- Kurang pahamnya penulisan dan pelafalan kalimat
efektif.
- C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas
maka tujuan penulis ini adalah sebagai berikut:
- Memahami penulisan dan pelafalan kalimat efektif
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kalimat Efektif
Kalimat efektif ialah kalimat yang
memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan secara tepat pada
pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada dalam pikiran penulis. Di
dalam kalimat efektif kejelasan kalimat dapat terjamin.
B. Ciri-Ciri
Kalimat Efektif
1. kesepadanan struktur.
Kesepadanan struktur setiap kalimat
yang baik terdiri atas unsur-unsur kalimat yaitu subjek, prediket, objek, dan
keterangan. Yang dimaksud dengan kesepadanan ialah hubungan timbale balik
antara subjek dengan prediket, antara prediket dengan objek serta keterangan –
keterangan yang menjelaskan unsure – unsure dalam kesatuan gagasan yang kompak
dan kepaduan pikiran yang baik. Jadi kesepadanan itu adalah kemampuan struktur
bahasa dalam mendukung gagasan, ide, yang dikandung dalam kalimat.
1)
kesepadanan kalimat memiliki beberapa ciri :
kalimat itu mempunyai subjek dan
prediket. Kejelasan subjek dan prediket itu dilakukan dengan menghindari
pemakaian kata di depan subjek.
Contoh : Di dalam keputusan itu
membicarakan kebijaksanaan yang dapat menguntungkan umum. ( kalimat ini
subjeknya kurang jelas karena di antar oleh kata depan. Oleh sebab itu perlu
dihilangkan menjadi ) Keputusan itu membicarakan kebijaksanaan yang
dapat menguntungkan umum.
2)
Menggunakan ide pokok.
Ide pokok ini diletakkan pada bagian
depan kalimat dan kalimat yang mengandung ide pokok harus menjadi induk
kalimat.
Contoh : Ia tertangkap ketika sedang
minum- minum pada sebuah warung.
3)
Penggabungan dengan kata dan dan kata yang.
Jika dua kalimat digabungkan dengan
kata dan maka hasilnya kalimat majemuk setara. Jika dua kalimat
digabungkan dengan kata yang, maka akan menghasilkan kalimat majemuk
bertingkat, artinya kalimat itu terdiri atas induk kalimat dan anak kalimat.
Contoh :
-
Mutu pendidikan kita masih rendah.
-
Perbaikan mutu pendidikan adalah tugas utama para dosen.
Penggabungan yang erfektif untuk
kedua kaliamt di atas ialah dengan mempergunakan kata dan sehingga
menjadi kalimat gabungan yaitu :
-
Mutu pendidikan kita masih rendah dan perbaikannya adalah tugas utama para
dosen.
4)
Penggabungan kalimat efektif juga dapat mengunakan kata sehingga, agar, atau
supaya.
Contoh :
-
Semua peraturan telah ditentukan.
-
Para mahasiswa tidak bertindak seenaknya.
Penggabungan :
-
Semua peraturan telah ditentukan sehingga para mahasiswa tidak bertindak
seenaknya.
5)
Untuk mencapai kalimat efektif kita harus juga menghindari kata – kata asing
atau struktur asing.
Contoh : Pemakaian kata – kata di
mana, hal mana, yang mana.
Kita ketahui dalam bahasa Indonesia
kata di mana, yang mana, dipakai dalam kalimat Tanya. Kedua kata Tanya
ini dipergunakan untuk menanyakan tempat serta sesuatu.
Contoh :
Dimana tidak boleh diganggu gugat
lagi ( tidak efektif )
Yang mana sudah menjadi keputusan
siding ( tidak efektif )
Yang tidak boleh diganggu gugat lagi
( efektif )
Yang sudah menjadi keputusan siding
( efektif )
2. Keparalelan ( Kesejajaran )
yang dimaksud dengan kesejajaran
ialah penggunaan bentuk-bentuk bahasa yang sama atau konstruksi bahasa yang
sama yang dipakai dalam susunan serial. Jika bentuk pertama mempergunakan
bentuk nominal bentuk kedua juga menggunakan bentuk nominal.
Contoh :
a. Harga minyak dibekukan atau
kenaikan secara luwes.
Kalimat ini tidak sejajar, karena
ide pertama kata kerja dan ide kedua kata benda.
Contoh :
a. Setelah dipatenkan,
diproduksikan, dan dipasarkan, masih ada lagi sumber pengacauan
yaitu berupa peniruan, yang langsung atau tidak langsung.
Kalimat ini adalah kalimat efektif
karena dinyatakan dalam bentuk parallel ( sejajar) yaitu ide pertama, dan
seterusnya dinyatakan dengan kata kerja.
3. Penekanan
Setiap kalimat memiliki satu ide
pokok. Dalam sebuah kalimat ad aide yang perlu ditonjolkan. Kalimat ini member
penekanan pada penonjolan itu.
Ada berbagai penekanan di dalam
kalimat :
- Meletakkan kata ditonjolkan itu di depan kalimat.
Contoh : Presiden mengharapkan agar
rakyat membangun bangsa dan Negara dengan kemampuan yang ada pada dirinya. (
kalimat ini dapat di ubah dengan penekanan dan posisi kalimat yaitu ; Harapan
presiden ialah agar rakyat membangun bangsa dan negaranya.
- Di dalam penekanan ini juga kalimat – kalimat dapat
diubah yaitu kalimat pasif menjadi aktif atau aktif menjadi pasif.
Sedangkan kalimat aktif ialah kalimat normal yang dianggap lazim
dipergunakan daripada kalimat pasif.
Contoh :
- Presiden mengharapkan dengan adanya pendidikan dan
penataran pembangunan akan lancar. ( aktif ) atau Harapan presiden
dengan adanya pendidikan dan penataran pembangunan akan lancar. ( aktif)
- Dengan adanya pemdidikan dan penataran diharapkan oleh
presiden pembangunan akan lancar. ( pasif )
- Urutan kata yang logis
Sebuah kalimat biasanya membicarakan
suatu kejadian atau peristiwa. Kejadian itu hendaknya dibuat dengan
memperhatikan urutan yang logis.
Contoh :
a)
Telekomunikasi cepat – vital dimaksudkan untuk keamanan, mobilitas,
pembangunan, dan persatuan.
b)
Tahun 1985, 1986, 1987 kehidupan masih melarat, belum ada kemajuan.
- Pengulangan kata
Pengulangan kata dianggap penting,
karena dapat membuat maksud kalimat lebih jelas.
Contoh : Pembangunan dilihat sebagai
proses yang rumit dan mempunyai dimensi, tidak hanya berdimensi ekonomi
tetapi juga dimensi politik, dimensi social, dan dimensi budaya.
4. Kehematan
Unsur lain yang penting untuk
mencapai kalimat efektif adalah kehematan. Yang dimaksud dengan kehematan ialah
kehematan mempergunakan kata, frase, atau bentuk lain yang di anggap tidak
perlu. Dalam arti tidak mengubah kejelasan kalimat. Penghematan di sini juga
menghindari kata-kata mubazir, sejauh tidak menyalahi kaidah-kaidah tata
bahasa.
- Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghilangkan
pengulangan subjek.
Contoh :
- Mahasiswa itu segera mengubah rencananya setelah
bertemu dengan pemimpin.
Kalimat di atas dapat diperbaiki
menjadi :
- Mahasiswa itu segera mengubah rencana setelah bertemu
dengan pemimpin.
- Penghematan dapat dilakukan dengan menghindarkan
pemakaian hiponim kata. Dalam bahasa ada kata yang merupakan bawahan makna
kata atau ungkapan yang lebih tinggi. Kata merah adalah mengandung
kelompok warna. Kata merah adalah mengandung kelompok warna kata
juli sudah mengandung makna bulan begitu juga senin sudah
mengandung makna hari.
Contoh :
a)
Presiden Suharto meresmikan Universitas Indonesia hari senin lalu.
b) Ia
memakai pita warna merah.
c)
Kakek lahir bulan juli 1949.
Kalimat-kalimat (a), (b), (c), dapat
diperbaiki dengan menghilangkan kata hari, warna, dan bulan. Selain kata
yang mengandung hiponim, ada lagi kesinoniman kata dalam satu kalimat.
Contoh :
- Kata naik bersinonim dengan ke atas.
- Kata tampil bersinonim dengan kata depan.
- Kata turun bersinonim dengan ke bawah.
Seperti contoh-contoh di atas,
hindari pemakaiannya dalam kalimat. Kalau sudah memakai kata tampil,
tidak perlu lagi kata ke depan. Begitu juga yang lain.
- Penghematan dapat dilakukan dengan menghindari bentuk
jamak.
Contoh :
- Para hadirin sekalian.
- Saling baku hantam.
Seharusnya :
- Hadirin yang berbahagia.
- Saling hantam.
Selain itu, dihindari kata depan daripada
yang tidak ada hubungannya di dalam kalimat. Kalau tidak dipakai kata depan
tersebut, kalimat itu menunjukkan kalimat yang efektif.
5. Kevariasian
Keefektifan dalam penulisan
tergambar dalam struktur kalimat yang diergunakan. Ada kalimat pendek, dan ada
kalimat yang panjang. Kalimat yang panjang, dapat membuat pembaca kehilangan
pegangan akan ide pokok, dan membosankan, sehingga menjadi monoton. Oleh sebab
itu perlu dilakukan variasi kalimat.
Kita telah mempelajari tentang
pengutamaan kalimat pada kegiatan terdahulu, yaitu dengan meletakkan bagian
yang penting pada awal kalimat.
- Dalam variasi kalimat, kalimat pembuka dapat dimulai
atau dibuka dengan frase benda, frase kerja, dan frase keterangan.
Contoh :
a)
Si Badu dari Universitas Indonesia menganggap hal ini sebagai hasil yang
gemilang. ( kalimat ini dimulai dengan frase benda )
b)
Dibuangnya jauh-jauh pikiran yang menghantuinya selama ini. ( kalimat
ini dimulai dengan frase kerja )
c)
Pukul 15.00 Wib Pesta Olahraga Asia Tenggara XIV dibuka oleh bapak
Presiden Susilo Bambang Yudoyono. ( kalimat ini dimulai dengan frase Keterangan
2. Variasi dalam Pola Kalimat
Mencapai efektivitas kalimat dan
untuk menghindari suasana monoton yang menimbulkan kebosanan,
pola kalimat S – P – O dapat diubah
menjadi P – S – O atau yang lainnya.
contoh :
a) anak itu tidak mengerti dengan
masalah itu.
S
P
O
Kalimat ini diubah menjadi :
b) tidak mengerti anak itu dengan
masalah itu.
P
S
O
c) Menlu Muchtar mengatakan tukaran
pikiran itu sangat bermanfaat.
( S – P – O )
S
P
O
O
d) Dikatakan oleh Menlu Muchtar,
tukar pikiran itu sangat bermanfaat.
P
S
O
O
C. Syarat-Syarat
Kalimat Efektif
Syarat-syarat kalimat efektif adalah
sebagai berikut:
1. Secara
tepat mewakili pikiran pembicara atau penulisnya.
2. Mengemukakan
pemahaman yang sama tepatnya antara pikiran pendengar atau pembaca dengan yang
dipikirkan pembaca atau penulisnya.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kalimat efektif adalah
kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis atau pembicara secara tepat
sehingga pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas
dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya.
Ciri-ciri kalimat efektif:
1. Kesepadanan
struktur
2. Keparalelan
3. Penekanan
4. Kehematan
5. kevariasian
Syarat-syarat kalimat efektif adalah
sebagai berikut:
1. Secara
tepat mewakili pikiran pembicara atau penulisnya.
2. Mengemukakan
pemahaman yang sama tepatnya antara pikiran
pendengar atau pembaca dengan yang
dipikirkan pembaca atau penulisnya.
Penyusunan kalimat efektif,
meliputi:
1. Subjek
2. Predikat
3. Objek
4. Pelengkap
5. Keterangan
B. Saran
Para pendidik sebaiknya memahami
dengan seksama dan bena tentang bahasa indnesia yang memiliki berbagai ragam
bahasa supaya dalam proses kegiatan belajar mengajar terjadi komunikasi yang
baik dan tepat penggunaan bahasanya antara pendidik dengan peserta didik.
Daftar Pustaka
Salliyanti,2011,Bahasa Indonesia
Di Perguruan Tinggi, Medan:Bartong Jaya
Bahasa
sebagaai lambang .simbol atau kelompok sosial berdasarkan perjanjian pembahsan
sebagai lambang.
Bahasa
adalah bunyi yg di hasilkan oleh alat ucap manusia sajalah dapatkan di
golongkan bahasa,
Bahasa
itu bermakna artinyaa bahasa itu mengacu pada suatu pengertian konsep ideh dan
gagasan
Bahasa
itu konspensional adalah kesepakatan atau perjanjian atau kelompok masarakat
pemakai bahasa.
Bahasa
itu prduktiv dan dinamis berkembang ilmu pengetahuan ,teknologi budaya seni.
Bahasa
itu mengidentifikasi (bahasa menunjukan bangsa).
Politik bahasa nasional
Kebijakan
nasional yg berisi perencanaan ,pengerahan,dan ketentuaan yg dapat di pakai
,bagi pengolahan keseluruan masalah kebahasaan.
Fungsi bahasa
Fungsi
expresi(ingin menarik perhatian,menujukan keberanian)
Fungsi
komunikasi
Fungsi
adaptasi
Fungsi
kontrol sosial
Fungsi
pembentukan karakter diri
Tugas 1
Fungsi
bahasa indonesia sebagai bahasa nasional
Fungsi
bahasa indonesian sebagai bahasa negara
Peranaan
bahasa indonesia dalam ilmu pegetahuan dan teknologi
Peranann
bahasa indonesia dalam seni dan budaya
ragam dan laras bahasa
tugas makalah....
tentang ragam dan
laras bahasa
JUDUL
MAKALAH
KALIMAT
DAN EFEKTIV
Kalimat
dalam tataran sintaksis adalah satuan bahsa yg menyampaikan gagasan bersifat prediksi dan bearktif dengan tanda titik
sebagai pembatas sifat predikatif dalam.
Kalimat
efektif dalah satuan bahasa.
tata bahasa dan kosa kata) :
1. Tata Bahasa
(Bentuk kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)
a. Ragam bahasa lisan :
- Nia sedang baca surat kabar
- Ari mau nulis surat
- Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.
- Mereka tinggal di Menteng.
- Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Saya akan tanyakan soal itu
b. Ragam bahasa Tulis :
- Nia sedangmembaca surat kabar
- Ari mau menulis surat
- Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
- Mereka bertempat tinggal di Menteng
- Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan
lalu
lintas.
- Akan saya tanyakan soal itu.
2. Kosa kata
Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata :
a. Ragam Lisan
- Ariani bilang kalau kita harus belajar
- Kita harus bikin karya tulis
- Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
b. Ragam Tulis
- Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar
- Kita harus membuat karya tulis.
- Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.
Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa baku
adalah ragam bahasa standar,
semi standar dan nonstandar.
a. ragam standar,
b. ragam nonstandar,
c. ragam semi standar.
Fungsi bahasa indonesiaSEBAGAI BAHASA NASIONAL
Tanggal 28 Oktober 1928, pada hari “Sumpah Pemuda” lebih tepatnya,
Dinyatakan Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional memilki
fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Bahasa Indonesia sebagai Identitas Nasional.
Kedudukan pertama dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan dengan digunakan nya bahasa indonesia dalam bulir-bilir Sumpah Pemuda. Yang bunyinya sebagai berikut :
“Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe bertoempah darah satoe, Tanah Air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe berbangsa satoe,
Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa Indonesia.”
Kedudukan pertama dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan dengan digunakan nya bahasa indonesia dalam bulir-bilir Sumpah Pemuda. Yang bunyinya sebagai berikut :
“Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe bertoempah darah satoe, Tanah Air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe berbangsa satoe,
Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa Indonesia.”
2. Bahasa Indonesia sebagai Kebanggaan Bangsa.
Kedudukan kedua dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan dengan masih digunakannya Bahasa Indonesia sampai sekarang ini. Berbeda dengan negara-negara lain yang terjajah, mereka harus belajar dan menggunakan bahasa negara persemakmurannya. Contohnya saja India, Malaysia, dll yang harus bisa menggunakan Bahasa Inggris.
Kedudukan kedua dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan dengan masih digunakannya Bahasa Indonesia sampai sekarang ini. Berbeda dengan negara-negara lain yang terjajah, mereka harus belajar dan menggunakan bahasa negara persemakmurannya. Contohnya saja India, Malaysia, dll yang harus bisa menggunakan Bahasa Inggris.
3. Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi.
Kedudukan ketiga dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam berbagai macam media komunikasi. Misalnya saja Buku, Koran, Acara pertelevisian, Siaran Radio, Website, dll. Karena Indonesia adalah negara yang memiliki beragam bahasa dan budaya, maka harus ada bahasa pemersatu diantara semua itu. Hal ini juga berkaitan dengan Kedudukan keempat dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional sebagai Alat pemersatu Bangsa yang berbeda Suku, Agama, ras, adat istiadat dan Budaya.
Kedudukan ketiga dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam berbagai macam media komunikasi. Misalnya saja Buku, Koran, Acara pertelevisian, Siaran Radio, Website, dll. Karena Indonesia adalah negara yang memiliki beragam bahasa dan budaya, maka harus ada bahasa pemersatu diantara semua itu. Hal ini juga berkaitan dengan Kedudukan keempat dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional sebagai Alat pemersatu Bangsa yang berbeda Suku, Agama, ras, adat istiadat dan Budaya.
4. Bahasa Indonesia sebagai Alat pemersatu Bangsa yang
berbeda Suku, Agama, ras, adat istiadat
Fungsi bahasa indonesiaSEBAGAI BAHASA NEGARA
Pada tanggal 25-28 Februari 1975, Hasil perumusan seminar polotik bahasa
Nasional yang diselenggarakan di jakarta. Dikemukakan Kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa Negara adalah :;;
1. Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan.
Kedudukan pertama dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.
Kedudukan pertama dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.
2. Bahasa Indonesia sebagai alat pengantar dalam dunia
pendidikan.
Kedudukan kedua dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan dari taman kanak-kanak, maka materi pelajaran yang berbentuk media cetak juga harus berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri. Cara ini akan sangat membantu dalam meningkatkan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek)
Kedudukan kedua dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan dari taman kanak-kanak, maka materi pelajaran yang berbentuk media cetak juga harus berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri. Cara ini akan sangat membantu dalam meningkatkan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek)
3. Bahasa Indonesia sebagai penghubung pada tingkat
Nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta
pemerintah,
Kedudukan ketiga dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam hubungan antar badan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.
Kedudukan ketiga dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam hubungan antar badan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.
4. Bahasa Indonesia Sebagai pengembangan kebudayaan
Nasional, Ilmu dan Teknologi.
Kedudukan keempat dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lainnya. Karena sangatlah tidak mungkin bila suatu buku yang menjelaskan tentang suatu kebudayaan daerah, ditulis dengan menggunakan bahasa daerah itu sendiri, dan menyebabkan orang lain belum tentu akan mengerti.
Kedudukan keempat dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lainnya. Karena sangatlah tidak mungkin bila suatu buku yang menjelaskan tentang suatu kebudayaan daerah, ditulis dengan menggunakan bahasa daerah itu sendiri, dan menyebabkan orang lain belum tentu akan mengerti.
Peranaan bahasa indonesia dalam ilmu pegetahuan
dan teknologi
dalam berkomunikasi
sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik
bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama
bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari
bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang
Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak
disadari.
Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan
kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan
menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang lebih
terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara
terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau
bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal,
bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi
bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya
orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa
untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita
harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang
digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk
mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk
mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi
tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak
pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung
pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam
era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di
dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun
komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung
memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan
tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu,
sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan
dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995)
. RAGAM DAN LARAS BAHASA
1.
Ragam Dan Laras Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian,
yang berbeda-beda
menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan
pembicara, kawan bicara,
orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara
(Bachman, 1990).
Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam
yang baik
(mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di
kalangan terdidik, di dalam
karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di
dalam suasana resmi, atau
di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas)
disebut ragam bahasa baku atau
ragam bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan
pemakaian
bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah
penggunaan bahasa
baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di
sekolah, di kantor, atau di dalam
pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam
situasi tak resmi,
seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut
menggunakan bahasa baku.
Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk
menghasilkan bahasa,
yaitu (1) ragam bahasa lisan, (2) ragam bahasa tulis.
Bahasa yang dihasilkan
melalui alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai
unsur dasar dinamakan
ragam bahasa lisan, sedangkan
bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan
tulisan dengan huruf sebagai
unsur dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulis. Jadi
dalam ragam bahasa lisan, kita berurusan dengan lafal,
dalam ragam bahasa tulis,
kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan). Selain
itu aspek tata bahasa dan
kosa kata dalam kedua jenis ragam itu memiliki hubungan
yang erat. Ragam bahasa
tulis yang unsur dasarnya huruf, melambangkan ragam
bahasa lisan. Oleh karena
itu, sering timbul kesan bahwa ragam bahasa lisan dan
tulis itu sama. Padahal,
kedua jenis ragam bahasa itu berkembang menjdi sistem
bahasa yang memiliki
seperangkat kaidah yang tidak identik benar, meskipun ada
pula kesamaannya.
Meskipun ada keberimpitan aspek tata bahasa dan kosa
kata, masing-masing
memiliki seperangkat kaidah yang berbeda satu dari yang
lain.
1.1 Ragam Bahasa
Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata
baku Indonesia dikenal
pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang
alih-alih disebut sebagai kosa
kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baasa
Indonesia ragam baku atau kosa
kata bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa
Indonesia, yang memiliki
ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan
tolok ukur yang
ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa
Indonesia, bukan otoritas
lembaga atau instansi di dalam menggunakan bahasa
Indonesia ragam baku. Jadi,
kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam
santai atau ragam akrab.
Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan
digunakannya kosa kata ragam
baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak
mengganggu makna dan
rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan
hukum, tidak
tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata
ragam bahasa baku
agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa
Indonesia. Dalam
pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah kaidah
tentang norma yang berlaku
yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi
pembicaraan), pelaku
bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968;
Spradley, 1980).
Menurut Felicia (2001 : 8), ragam bahasa dibagi
berdasarkan :
1. Media pengantarnya atau sarananya, yang terdiri atas :
a. Ragam lisan.
b. Ragam tulis.
menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat
orang berpidato atau
memberi sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah; dan
ragam lisan yang
nonstandar, misalnya dalam percakapan antarteman, di
pasar, atau dalam
kesempatan nonformal lainnya.
Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang
tercetak. Ragam tulis pun
dapat berupa ragam tulis yang standar maupun nonstandar.
Ragam tulis yang
standar kita temukan dalam buku-buku pelajaran, teks,
majalah, surat kabar, poster,
iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis nonstandar
dalam majalah remaja,
iklan, atau poster.
2. Berdasarkan situasi dan
pemakaian
Ragam bahasa baku dapat berupa : (1) ragam bahasa baku
tulis dan (2)
ragam bahasa baku lisan. Dalam penggunaan ragam bahasa
baku tulis makna
kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi
pemakaian, sedangkan
ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya
ditunjang oleh
situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi
pelesapan unsur kalimat.
Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis
diperlukan kecermatan
dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah
ejaan, struktur bentuk
kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur
bahasa di dalam struktur
kalimat.
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian
sehingga
kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal
itu tidak mengurangi ciri
kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan
kata dan bentuk kata
serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan
unsur-unsur di dalam
struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam
baku lisan karena situasi
dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam
memahami makna gagasan
yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan
kaidah
kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak
formal atau santai. Jika
ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak
dapat disebut sebagai ragam
tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya
saja diwujudkan dalam bentuk
tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari
ciri-cirinya tidak menunjukkan
ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam
bentuk tulis, ragam bahasa
serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis.
Kedua ragam itu
masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri
kebakuan yang berbeda.
Contoh perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa
tulis (berdasarkan
tata bahasa dan kosa kata) :
1. Tata Bahasa
(Bentuk kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)
a. Ragam bahasa lisan :
- Nia sedang baca surat kabar
- Ari mau nulis surat
- Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.
- Mereka tinggal di Menteng.
- Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Saya akan tanyakan soal itu
b. Ragam bahasa Tulis :
- Nia sedangmembaca surat kabar
- Ari mau menulis surat
- Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
- Mereka bertempat tinggal di Menteng
- Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan
lalu
lintas.
- Akan saya tanyakan soal itu.
2. Kosa kata
Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata :
a. Ragam Lisan
- Ariani bilang kalau kita harus belajar
- Kita harus bikin karya tulis
- Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
b. Ragam Tulis
- Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar
- Kita harus membuat karya tulis.
- Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.
Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa baku
adalah ragam bahasa standar,
semi standar dan nonstandar.
a. ragam standar,
b. ragam nonstandar,
c. ragam semi standar.
Bahasa ragam standar memiliki sifat kemantapan berupa
kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam
standar tetap luwes
sehingga memungkinkan perubahan di bidang kosakata,
peristilahan, serta
mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang
diperlukan dalam kehidupan
modem (Alwi, 1998: 14).
Pembedaan antara ragam standar, nonstandar, dan semi
standar dilakukan
berdasarkan :
a. topik yang sedang dibahas,
b. hubungan antarpembicara,
c. medium yang digunakan,
d. lingkungan, atau
e. situasi saat pembicaraan terjadi
Ciri yang membedakan antara ragam standar, semi standar
dan nonstandar :
• penggunaan kata sapaan dan kata ganti,
• penggunaan kata tertentu,
• penggunaan imbuhan,
• penggunaan kata sambung (konjungsi), dan
• penggunaan fungsi yang lengkap.
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri
pembeda ragam
standar dan ragam nonstandar yang sangat menonjol. Kepada
orang yang kita
hormati, kita akan cenderung menyapa dengan menggunakan
kata Bapak, Ibu,
Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri kita, dalam ragam
standar kita akan
menggunakan kata saya atau aku. Dalam ragam nonstandar,
kita akan
menggunakan kata gue.
Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat
menandai
perbedaan ragam standar dan ragam nonstandar. Dalam ragam
standar, digunakan
kata-kata yang merupakan bentuk baku atau istilah dan
bidang ilmu tertentu.
Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam ragam standar
kita harus
menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.
Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan
(preposisi)
merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonstandar,
sering kali kata sambung
dan kata depan dihilangkan. Kadang kala, kenyataan ini
mengganggu kejelasan
kalimat.
Contoh : (1) Ibu mengatakan, kita akan pergi besok
(1a) Ibu mengatakan bahwa kita akan pergi besok
Pada contoh (1) merupakan ragam semi standar dan
diperbaiki contoh (1a)
yang merupakan ragam standar.
Contoh : (2) Mereka bekerja keras menyelesaikan pekerjaan
itu.
(2a) Mereka bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan
itu.
Kalimat (1)
kehilangan kata sambung (bahwa), sedangkan kalimat (2) kehilangan
kata depan (untuk). Dalam laras jurnalistik kedua kata
ini sering dihilangkan. Hal
ini menunjukkan bahwa laras jurnalistik termasuk ragam
semi standar.
Kelengkapan fungsi
merupakan ciri terakhir yang membedakan ragam
standar dan nonstandar. Artinya, ada bagian dalam kalimat
yang dihilangkan
karena situasi sudah dianggap cukup mendukung pengertian.
Dalam
kalimat-kalimat yang nonstandar itu, predikat kalimat
dihilangkan. Seringkali
pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab pertanyaan
orang. Misalnya, Hai, Ida,
mau ke mana?” “Pulang.” Sering kali juga kita menjawab
“Tau.” untuk
menyatakan ‘tidak tahu’. Sebenarnya, pëmbedaan lain, yang
juga muncul, tetapi
tidak disebutkan di atas adalah Intonasi. Masalahnya,
pembeda intonasi ini hanya
ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam
ragam tulis.
1.2 Laras Bahasa
Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk
dalam berbagai
laras sesuai dengan fungsi pemakaiannya. Jadi, laras
bahasa adalah kesesuaian
antara bahasa dan pemakaiannya. Dalam hal ini kita
mengenal iklan, laras ilmiah,
laras ilmiah populer, laras feature, laras komik, laras
sastra, yang masih dapat
dibagi atas laras cerpen, laras puisi, laras novel, dan
sebagainya.
Setiap laras memiliki cirinya sendiri dan memiliki gaya
tersendiri. Setiap
laras dapat disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam
bentuk standar, semi
standar, atau nonstandar. Laras bahasa yang akan kita
bahas dalam kesempatan ini
adalah laras ilmiah.
2. Laras llmiah
Dalam uraian di atas dikatakan bahwa setiap laras dapat
disampaikan dalam
ragam standar, semi standar, atau nonstandar. Akan
tetapi, tidak demikian halnya
dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu
menggunakan ragam standar.
Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian
gagasan yang
merupakan hasil pemikiran, fakta, peristiwa, gejala, dan
pendapat. Jadi, seorang
penulis karya ilmiah menyusun kembali pelbagai bahan
informasi menjadi sebuah
karangan yang utuh. Oleh sebab itu, penyusun atau pembuat
karya ilmiah tidak
disebut pengarang melainkan disebut penulis (Soeseno,
1981: 1).
Dalam uraian di atas dibedakan antara pengertian realitas
dan fakta. Seorang
pengarang akan merangkaikan realita kehidupan dalam
sebuah cerita, sedangkan
seorang penulis akan merangkaikan berbagai fakta dalam
sebuah tulisan. Realistis
berarti bahwa peristiwa yang diceritakan merupakan hal
yang benar dan dapat
dengan mudah dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara
langsung dialami oleh
penulis. Data realistis dapat berasal dan dokumen, surat
keterangan, press release,
surat kabar atau sumber bacaan lain, bahkan suatu
peristiwa faktual. Faktual berarti
bahwa rangkaian peristiwa atau percobaan yang diceritakan
benar-benar dilihat,
dirasakan, dan dialami oleh penulis (Marahimin, 1994:
378).
Karya ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang
jelas. Meskipun
demikian, dalam karya ilmiah, aspek komunikasi tetap
memegang peranan utama.
Oleh karenanya, berbagai kemungkinan untuk penyampaian
yang komunikatif
tetap harus dipikirkan. Penulisan karya ilmiah bukan
hanya untuk mengekspresikan
pikiran tetapi untuk menyampaikan hasil penelitian. Kita
harus dapat meyakinkan
pembaca akan kebenaran hasil yang kita temukan di
lapangan. Dapat pula, kita
menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian
kita. Jadi, sebuah karya
ilmiah tetap harus dapat secara jelas menyampaikan pesan
kepada pembacanya.
Persyaratan bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai
karya ilmiah adalah
sebagai berikut (Brotowidjojo, 1988: 15-16).
1. Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis
atau
menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.
2. Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar,
jujur, dan tidak
bersifat terkaan. Dalam pengertian jujur terkandung sikap
etik
penulisan ilmiah, yakni penyebutan rujukan dan kutipan
yang jelas.
3. Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah
direncanakan
secara terkendali, konseptual, dan prosedural.
4. Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan
pemahaman dan alasan yang indusif yang mendorong pembaca
untuk menarik kesimpulan.
5. Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai
dukungan dan
pembuktian berdasarkan suatu hipotesis.
6. Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti
bahwa karya ilmiah
hanya mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akan
memancing pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis karya
ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak bersifat
ambisius dan
berprasangka. Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.
7. Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika
pada
akhirnya timbul kesan argumentatif dan persuasif, hal itu
ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan yang
cermat.
Dengan demikian, fakta dan hukum alam yang diterapkan
pada
situasi spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca
dibiarkan
mengambil kesimpulan sendiri berupa pembenaran dan
keyakinan
akan kebenaran karya ilmiah tersebut.
Berdasarkan uraian
di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa karya
ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu :
a. Harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau
mendua makna
b. Harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah,
sifat, dan pengertian yang
digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan
c. Harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
Disamping persyaratan tersebut di atas, untuk dapat
dipublikasikan sebagai
karya ilmiah ada ketentuan struktur atau format karangan
yang kurang lebih
bersifat baku. Ketentuan itu merupakan kesepakatan
sebagaimana tertuang dalam
International Standardization Organization (ISO).
Publikasi yang tidak
mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ISO
memberikan kesan
bahwa publikasi itu kurang valid sebagai terbitan ilmiah
(Soehardjan, 1997 : 10).
Struktur karya ilmiah (Soehardjan, 1997 : 38) terdiri
atas judul, nama penulis,
abstrak, pendahuluan, bahan dan metode, hasil dan
pembahasan, kesimpulan,
ucapan terima kasih dan daftar pustaka. ISO 5966 (1982)
menetapkan agar karya
ilmiah terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, kata
kunci, pendahuluan, inti tulisan
(teori metode, hasil, dan pembahasan), simpulan, dan
usulan, ucapan terima kasih,
dan daftar pustaka (Soehardjan, 1997 : 38).
3. Ragam Bahasa Keilmuan
Menurut Sunaryo, (1994 : 1), bahwa dalam berkomunikasi,
perlu
diperhatikan kaidah-kaidah berbahasa, baik yang berkaitan
kebenaran kaidah
pemakaian bahasa sesuai dengan konteks situasi, kondisi,
dan sosio budayanya.
Pada saat kita berbahasa, baik lisan maupun tulis, kita
selalu memperhatikan
faktor-faktor yang menentukan bentuk-bentuk bahasa yang
kita gunakan. Pada saat
menulis, misalnya kita selalu memperhatikan siapa pembaca
tulisan kita , apa yang
kita tulis, apa tujuan tulisan itu, dan di media apa kita
menulis. Hal yang perlu
mendapat perhatian tersebut merupakan faktor penentu
dalam berkomunikasi.
Faktor-faktor penentu berkomunikasi meliputi :
partisipan, topik, latar, tujuan, dan saluran (lisan atau tulis).
Partisipan tutur ini berupa PI yaitu pembicara/penulis
dan P2 yaitu pembaca
atau pendengar tutur. Agar pesan yang disampaikan dapat
terkomunikasikan
dengan baik, maka pembicara atau penulis perlu (a)
mengetahui latar belakang
pembaca/pendengar, dan (b) memperhatikan hubungan antara
pembicara/penulis
dengan pendengar/pembaca. Hal itu perlu diketahui agar
pilihan bentuk bahasa
yang digunakan tepat , disamping agar pesannya dapat
tersampaikan, agar tidak
menyinggung perasaan, menyepelekan, merendahkan dan
sejenisnya.
Topik tutur berkenaan dengan masalah apa yang disampaikan
penutur ke
penanggap penutur. Penyampaian topik tutur dapat
dilakukukan secara : (a) naratif
(peristiwa, perbuatan, cerita), (b) deskriptif (hal-hal
faktual : keadaan, tempat
barang, dsb.), (c). ekspositoris, (d) argumentatif dan
persuasif.
Ragam bahasa keilmuan mempunyai ciri :
(1) cendekia : bahasa Indonesia keilmuan itu mampu
digunakan untuk
mengungkapkan hasil berpikir logis secara tepat.
(2) lugas dan jelas : bahasa Indonesia keilmuan digunakan
untuk
menyampaikan gagasan ilmiah secara jelas dan tepat.
(3) gagasan sebagai pangkal tolak : bahasa Indonesia
keilmuan digunakan
dengan orientasi gagasan. Hal itu berarti penonjolan
diarahkan pada
gagasan atau hal-hal yang diungkapkan, tidak pada
penulis.
(4) Formal dan objektif : komunikasi Ilmiah melalui teks
ilmiah merupakan
komunikasi formal. Hal ini berarti bahwa unsur-unsur
bahasa Indonesia
yang digunakan dalam bahasa Indonesia keilmuan adalah
unsur-unsur
bahasa yang berlaku dalam situasi formal atau resmi. Pada
lapis kosa kata
dapat ditemukan kata-kata yang berciri formal dan
kata-kata yang berciri
informal (Syafi’ie, 1992:8-9).
Contoh :
Kata berciri formal Kata berciri informal
Korps korp
Berkata bilang
Karena lantaran
Suku cadang onderdil
4. Laras Ilmiah Populer
Laras ilmiah populer merupakan sebuah tulisan yang
bersifat ilmiah, tetapi
diungkapkan dengan cara penuturan yang mudah dimengerti.
Karya ilmiah populer
tidak selalu merupakan hasil penelitian ilmiah. Tulisan
itu dapat berupa petunjuk teknis, pengalaman dan pengamatan biasa yang
diuraikan dengan metode ilmiah.
Jika karya ilmiah harus selalu disajikan dalam ragam
bahasa yang standar, karya
ilmiah populer dapat disajikan dalam ragam standar, semi
standar dan nonstandar.
Penyusun karya ilmiah populer akan tetap disebut penulis
dan bukan pengarang,
karena proses penyusunan karya ilmiah populer sama dengan
proses penyusunan
karya ilmiah. Pembedaan terjadi hanya dalam cara
penyajiannya.
Seperti diuraikan di atas, persyaratan yang berlaku bagi
sebuah karya ilmiah
berlaku pula bagi karya ilmiah populer. Akan tetapi,
dalam karya ilmiah populer
terdapat pula persoalan lain, seperti kritik terhadap
pemerintah, analisis atas suatu
peristiwa yang sedang populer di tengah masyarakat, jalan
keluar bagi persoalan
yang sedang dihadapi masyarakat, atau sekedar informasi
baru yang ingin
disampaikan kepada masyarakat.
Jika karya ilmiah memiliki struktur yang baku, tidak
demikian halnya dengan
karya ilmiah populer. Oleh karena itu, karya ilmiah
populer biasanya disajikan
melalui media surat kabar dan majalah, biasanya, format
penyajiannya mengikuti
format yang berlaku dalam laras jurnalistik. Pemilihan
topik dan perumusan tema
harus dilakukan dengan cermat. Tema itu kemudian
dikerjakan dengan jenis
karangan tertentu, misalnya narasi, eksposisi,
argumentasi, atau deskripsi. Secara
lebih rinci lagi, penulis dapat mengembangkan gagasannya
dalam berbagai bentuk
pengembangan paragraf seperti pola pemecahan masalah,
pola kronologis, pola
perbandingan, atau pola sudut pandang.
Pertemuan 8
Ringkasan Abstrak dan Sintetis
Ringkasan=menyajikan kembali sebuah tulisan yang panjang ke
dalam bentuk yang pendek di sebut meringkas.
iktisar@pokok fkiran dapat berubah menurut pembuatnyaa..
ringkasan@pokok pembahasan setiap program
sinopsis@rinkasan cerita.
Abstrak=karangan ringkasan berupa rangkuman .
Hal2 yg perlu di perhatikan dalam asbtrak
1. Latar
belakan atua alasan atas topik yang dipilih.
2. Tujuan
penelitian yang di lakukan oleh penulis
3. Metode atau
bahan yang di gunakan dalam penelitian
4. Keluaran
atau kesimpulan atas penelitian
Panjang pendek sebuah abstrak amat di tentukan oleh
tujuannya.
Sintetsis
Adalah
Merangkum intisari bacaan yang berasal dari bebrapa sumber. kegiatan ini harus
memeprhatikan data publikasi atas sumber2 yang digunakan. Dan tulisan laras
ilmiah ,ada publikasi atas sumber2 tadi kemudian di masukan dalam daftar
pustaka.
No comments:
Post a Comment