Pengertian, hukum,rukun,syarat,hikmah dan tujuan
pernikahan
Sabtu, 17 Desember 2011 0 komentar
Secara etimologi, pernikahan yang kata
ciasarnya adalah nikah berasal dari bahasa arab yaitu Nakaha yang artinya
mcnghimpun atau berkumpul.
Dalam Bhulugul Maram. nikah menurut
bahasa'adalah bcrkumpul, bersatu menghimpun. Scdangkan secara istilah, nikah
adalah membangun ikntan yang bcrfa'idah scrta mcnghalalkan pergaulan laki-laki
dan perernpuan , tidak tcrhalang berpulnya itu karena sesuai hukum syara.'s
Toto Suryana mcnyatakan bahwa nikah adalah
menghimpun, scdangkan menurut istilah adalah Akad yang menghalalkan laki-laki
dan perempuan yang bukan muhrim schingga menimbulkan hak clan kewajiban di
antara keduanya. Dalam arti luas Nikah adalah suatu ikatan lahir batin antara
laki-laki dun percmpuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga.
Dalam keterangan lain nakaha yang mishdarnya
nikaalnen yang bcrarli berkumpul bersetubuh. Dan mcnurut istilah nikah adalah
iikad antara colon laki-istri untuk mcmcnuhi hajat jcnisnya mcnurut yang diatur
oleh syarat. atau aqad yang tclah tcrkcnal dan mcmcnuhi rukun-rukun sena syrrat
yang iclah tcrtaitu untuk berkumpul.` Dalam UU perkawinan no.1 tahun 1974 Bab 1
Pasal I. Nikah adalalh ikatan lahir batin antara seorung pria dengan scorang
wunita sebagai suami istcri dengan tujuan mcmbentuk kcluarga (rumah tanga])
yang bahagia dan kekal berdasarkan kctuhanan Yang Mahn Eisa.
Dcwasa ini kcrap kali dibcdakan untara nikuh
dcngan knwin, ukan tctapi pada prinsipnya antara pernikahan dim perkawinan
hanya bcrtvda di datum mcnarik akan kits saja . permkahan clan perkawaian
udalah suatu akad suci dan lurus ditara laki-laki dan percmpuan yang incnjadi
scbub sahnya status scbagai suami istri clan dihalalkannya huhungan scksual
dcngun tujunn mencaptii kcluarga sakinah, pcnuh kasih sayang, kcbaikan dan
saling mcnyantuni satu sama lain.
Nikah dalam hahasa lndoncsia dikcnal
jugs dcngan kata kawin. Dalam Kantris Besar Bahasa Indonesia, nikah dun kawin
datum delinisinya dibcdakan tclapi maknanya sama. Kata kawin memiliki beberapa
dfinisi yaitu:
1. Menikah. mcmhentuk keluarga dengan lawan
jenis, hersuami din beristri
2. Melakukan huhungan kelamin, herkelamin (
untuk hcwan). bersetuhuh.
Dari kata kawin, muncul uhchcrapa istilah
yaitu: kawin campur, perkawinan yang tcrjadi dcngan dun agama yang hcrhcda.
kawin hat in. perkawinan yang tidak disahkan penghulu. Kawin gantung, yaitu
perkawinan yang sudah sah tepi masih tinggal dirumah orang tuanya masing-masing."
Pcrkawinan adalah portemuan hewan jantan dan
betina secara scksual. Sedangkan mengawinkan adalah menyatukan dua awan jenis
menjadi sepasang suami-ism, menikahkan, menjodohkan (memperistrikan atau
mempersuamikam, mempertemukan, mengombinasikan dua hal untuk meneapai sesuatu
yang bra.'
Scdangkan definisi nikah aclalah perjanjian antara
laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi). Dart kata nikah
muncul istilat, scperti nikah fasid, yaitu pemikahan yang tidak dapat dilangsungkan
karena perbedaan agama, calon istri dalam masa iddah, atau dengan muhrim
sendiri dan sebagainya. Mcnikah adalah melakukan nikah, mcnikahi adalah
mcngambil sobagai istri, menikahlcan adalah memperistiri (memperstutmi), dan
pemikahan adalah upacara nikah.
Secant atimologi, pernikahan berarti
persetubuhan, ada pula yang mengartikan perjanjian (al-Aqdu). Sedangkan secan
terminologi, menurut abu I lanifah den Maliki pcrnikahan adalah akad yang
dikukuhkan (scsuia dengan ketcmpan gyarf ) untuk memperoleh kenikmatan dari
seorang wanita atau pun scbaliknya, yang diakukan dengan secara nengaja.9
Monurut madzhab Syafi'l pomikahan adalah akad yang mcnjamin diperbolehkannya
persetubuhan. Seciankan menurut Ilambali adalah akad yang didalamnya terdapat
lafadz pemikahan secara jelas, agar diperbolchkannya unutk be ream pur.
Dalam buku filcih Islam, ta' rif pcmikahan adalah
akad yang mcghalalkan pergaulan dam mcmbatasi hak dan kowajiban serta
tolong-menolong antara roorang laki-laki dam perernpuan yang bukan Mahmm. I
Pcmikahan acialan perkawinan yaitu ikatart lahir batin antarn scurang pria
dengan wanita dalam sumo rumah tangga yang berdasarkan kepoda tuntunan tignma.
Dcngan dcmikian, nikah adalah ikatan lahir Nun
yang mcnghalalkan pergaulart thubungan suami-istri) antara laki-laki dun
perempunn sesuai syara' untuk mendareit Ridhn Allah SWT.
=======================================================================
Sejarah perkahwinan
Agama-agama
wahyu memperakui bahawa perkahwinan pertama di kalangan manusia berlaku antara Nabi Adam a.s.
bersama Hawa.
Perkahwinan ini berlaku dengan suatu cara perhubungan yang dibenarkan oleh
Allah s.w.t kepada mereka berdua. Ini merupakan suatu sistem perkahwinan yang
disyariatkan bagi membiakkan manusia untuk
memerintah Bumi dan
mendudukinya buat sementara waktu. Selain al-Quran dan hadith, Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru turut
menceritakan kejadian Adam dan Hawa sebagai pasangan pertama. Di dalam
Perjanjian Lama atau Taurat, telah diselitkan beberapa ayat,
antaranya yang bermaksud, “Tuhan telah berkata tidak baik Adam berkeseorangan
sahaja, maka Aku jadikan seorang penolong sepertinya”. [2]
Berkenaan
dengan perkahwinan anak-anak Adam sendiri tidaklah dapat diketahui bagaimanakah
sistemnya yang sebenar. Di dalam Tafsir Ibn Kathir, apa yang diriwayatkan oleh
Ibn Jarir daripada Ibn Masi’ud dari beberapa orang sahabat yang lain,bahawa
mereka berkata yang bermaksud, “Sesungguhnya tidak diperanakkan bagi Adam anak
lelaki melainkan diperanakkan beserta anak perempuan, kemudian anak lelaki
kandungan ini dikahwinkan dengan anak perempuan dari kandungan lain, dan anak
perempuan bagi kandungan ini dikahwinkan dengan anak lelaki dari kandungan yang
lain itu.” Pada masa itu, perkahwinan berlainan kandungan boleh dijadikan
seperti perkahwinan berlainan keturunan..
Jenis-jenis perkahwinan
- Poligami adalah
perkahwinan lelaki dengan ramai wanita. Ia diamalkan oleh hampir kesemua
bangsa di dunia ini. Mereka mengamalkan poligami tanpa had dan batas.
Contohnya ada agama di negara China yang
membolehkan perkahwinan sehingga 130 orang isteri. Pada syariat Yahudi,
poligami dibenarkan tanpa batas dan menurut Islam, poligami hanya
dibenarkan sehingga empat orang isteri dengan syarat-syarat yang tertentu.
- Poliandri merupakah perkahwinan yang
berlaku antara seorang perempuan dengan beberapa orang lelaki (konsep
songsang dari poligami). Perkahwinan ini sangat jarang berlaku kecuali di Tibet,
orang-orang bukit di India dan
masyarakat jahiliah Arab.
Contohnya masyarakat Juansuwaris apabila saudara lelaki yang tua
mengahwini seorang wanita, wanita itu juga menjadi isteri untuk semua
saudara-saudaranya. Amalan ini merujuk kepada kitab Mahabhrata. [3]
- Monogami
merupakan cara perkahwinan tunggal iaitu perkahwinan antara seorang lelaki
dengan seorang perempuan sahaja. Sesetengah agama seperti Kristian
mengamalkan perkahwinan jenis ini kerana perkahwinan antara seorang lelaki
dan seorang perempuan adalah suci di dalam Tuhan Kristus untuk sepanjang
zaman. Oleh kerana itulah penceraian tidak diiktiraf sama sekali (seperti
mazhab Katolik).[4]
Hukum hukum perkahwinan dalam Islam
- Wajib kepada
orang yang mempunyai nafsu yang kuat sehingga boleh menjatuhkan ke lembah
maksiat (zina dan sebagainya) sedangkan ia seorang yang mampu.disini mampu
bermaksud ia mampu membayar mahar(mas berkahminan/dower) dan mampu nafkah
kepad bakal isterinya. Dalam permasalahan ini boleh didahulukan
perkahwinan dari naik haji kerana
gusar penzinaan akan berlaku, tetapi jika dapat dikawal nafsu, maka ibadat
haji yang wajib perlu didahulukan kerana beliau seorang yang berkemampuan
dalam segala aspek.
- Sunat kepada
orang yang mampu tetapi dapat mengawal nafsunya.
- Harus kepada
orang yang tidak ada padanya galakan dan bantahan untuk berkahwin dan ini
merupakan hukum asal perkahwinan
- Makruh kepada
orang yang tidak berkemampuan dari segi nafkah batin dan lahir tetapi
sekadar tidak memberi kemudaratan kepada isteri, sama ada ia kaya atau tiada
nafsu yang kuat
- Haram kepada
orang yang tidak berkempuan untuk memberi nafkah batin dan lahir dan ia
sendiri tidak berkuasa (lemah), tidak punya keinginan berkahwin serta akan
menganiaya isteri jika dia berkahwin.
Hikmah perkahwinan
- Cara
yang halal untuk menyalurkan nafsu seks melalui ini manakala perzinaan
liwat dan pelacuran sebagainya dapat dielakkan.
- Untuk
memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
- Memelihara
kesucian diri
- Melaksanakan
tuntutan syariat
- Menjaga
keturunan
- Sebagai
media pendidikan: Islam begitu teliti dalam menyediakan persekitaran yang
sihat bagi membesarkan anak-anak.Kanak-kanak yang dibesarkan tanpa perhubungan
ibu bapa akan memudahkan si anak terjerumus dalam kegiatan tidak bermoral.
Oleh itu, institusi kekeluargaan yang disyorkan Islam dilihat medium yang
sesuai sebagai petunjuk dan pedoman kepada anak-anak
- Mewujudkan
kerjasama dan tanggungjawab
- Dapat mengeratkan
silaturahim
Hak dan
Kewajiban Suami Isteri dalam Islam
Sebagai
bahan referensi dan renungan bahkan tindakan, berikut, garis besar hak dan
kewajiban suami isteri dalam Islam yang di nukil dari buku “Petunjuk Sunnah dan
Adab Sehari-hari Lengkap” karangan H.A. Abdurrahman Ahmad.
Hak Bersama
Suami Istri
- Suami
istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum:
21)
- Hendaknya
saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya.
(An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
- Hendaknya
menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
- Hendaknya
saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
Adab Suami
Kepada Istri .
- Suami
hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan
agama. (At-aubah: 24)
- Seorang
istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya.
(At-Taghabun: 14)
- Hendaknya
senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan:
74)
- Diantara
kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah
(makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil
jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
- Jika
istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini
secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan
pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah:
Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
- Orang
mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan
paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
- Suami
tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan
anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
- Suami
dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
- Hendaklah
jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya
terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan.
(Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
- Suami
hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
- Suami
wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang,
tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
- Suami
wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak
memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali
dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
- Suami
wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34,
At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
- Suami
wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita
(hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
- Suami
wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
- Suami
tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
- Apabila
istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib
mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa.
(AIGhazali)
- Jika
suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu
kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)
Adab Isteri
Kepada Suami
- Hendaknya
istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah
pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
- Hendaknya
istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi
daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
- Istri
wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
- Diantara
kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
- Menyerahkan
dirinya,
- Mentaati
suami,
- Tidak
keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
- Tinggal
di tempat kediaman yang disediakan suami
- Menggauli
suami dengan baik. (Al-Ghazali)
- Istri
hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam
kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)
- Apabila
seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu
sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga
suami meridhainya. (Muslim)
- Istri
hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni
dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang
tuanya. (Tirmidzi)
- Yang
sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia
dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
- Kepentingan
istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya
dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud
kepada suaminya. .. (Timidzi)
- Istri
wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
- Istri
hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan
suami(Thabrani)
- Istri
wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya
(saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)
- Ada
empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit
harta (3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
- Wanita
Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat
bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)
- Wanita
dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga
kemaluannya. (An-Nur: 30-31)
Talak
Talak menurut bahasa bermaksud melepaskan ikatan dan menurut syarak pula, talak membawa maksud melepaskan ikatan perkahwinan dengan lafaz talak dan seumpamanya. Talak merupakan suatu jalan penyelesaian yang terakhir sekiranya suami dan isteri tidak dapat hidup bersama dan mencari kata sepakat untuk mecari kebahagian berumahtangga. Talak merupakan perkara yang dibenci Allah s.w.t tetapi dibenarkan.Hukum talak
Hukum
|
Penjelasan
|
Wajib
|
a) Jika perbalahan suami isteri tidak dapat
didamaikan lagi
b) Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk perdamaian rumahtangga mereka c) Apabila pihak kadi berpendapat bahawa talak adalah lebih baik d) Jika tidak diceraikan keadaan sedemikian, maka berdosalah suami |
Haram
|
a) Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas
b) Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi c) Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut harta pusakanya d) Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekali gus atau talak satu tetapi disebut berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih |
Sunat
|
a) Suami tidak mampu menanggung nafkah
isterinya
b) Isterinya tidak menjaga maruah dirinya |
Makruh
|
Suami menjatuhkan talak kepada isterinya
yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai pengetahuan agama
|
Harus
|
Suami yang lemah keinginan nafsunya atau
isterinya belum datang haid atau telah putus haidnya
|
Rukun talak
Perkara
|
Syarat
|
Suami
|
Berakal
Baligh Dengan kerelaan sendiri |
Isteri
|
Akad nikah sah
Belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya |
Lafaz
|
Ucapan yang jelas menyatakan penceraiannya
Dengan sengaja dan bukan paksaaan |
Contoh lafaz talak
- Talak sarih
- Talak kinayah
Jenis talak
Talak raj’i
Suami melafazkan talak satu atau talak dua kepada isterinya. Suami boleh merujuk kembali isterinya ketika masih dalam idah. Jika tempoh idah telah tamat, maka suami tidak dibenarkan merujuk melainkan dengan akad nikah baru.Talak bain
Suami melafazkan talak tiga atau melafazkan talak yang ketiga kepada isterinya. Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh merujuk setelah isterinya berkahwin lelaki lain, suami barunya menyetubuhinya, setelah diceraikan suami barunya dan telah habis idah dengan suami barunya.Talak sunni
Suami melafazkan talak kepada isterinya yang masih suci dan tidak disetubuhinya ketika dalam tempoh suciTalak bid’i
Suami melafazkan talak kepada isterinya ketika dalam haid atau ketika suci yang disetubuhinya.Talak taklik
Talak taklik ialah suami menceraikan isterinya bersyarat dengan sesuatu sebab atau syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah penceraian atau talak.Contohnya suami berkata kepada isteri, “Jika awak keluar rumah tanpa izin saya, maka jatuhlah talak satu.” Apabila isterinya keluar dari rumah tanpa izin suaminya, maka jatuhlah talak satu secara automatik.
Ia juga boleh berlaku selepas akad nikah (ia dipraktikkan di Malaysia dan wajib oleh semua pengantin lelaki untuk melafaznya), berkata, “Jika saya menyeksa isteri saya dengan sengaja, atau saya meninggalkan isteri saya selama empat bulan berterusan dengan sengaja tanpa kerelaannya, dan jika ia mengadu kepada kadi atau naib kadi, apabila disabitkan oleh kadi atau naib kadi maka jatuhlah talak satu ke atas isteri saya.”
Menurut Akta Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984 Malaysia, Cerai taklik (seksyen 50)
Taklik adalah perjanjian yang ditandatangani semasa pernikahan. Ia membenarkan siisteri memohon perceraian sekiranya sisuami melanggar mana-mana syarat yang terdapat dalam taklik tersebut, misalnya, jika dia tidak membayar nafkah, atau sisuami menyebabkan kemudaratan dengan mencederakan isteri. Mahkamah akan membuat siasatan akan kesahihan kenyataan dan sekiranya berpuas hati mahkamah akan mengesahkan dan merekodkan perceraian tersebut. Bukti seperti laporan polis dan laporan hospital boleh membantu dalam hal ini
Contoh taklik berlaku dengan cara, “Jika saya menyeksa isteri saya dengan sengaja, atau saya meninggalkannya selama empat bulan berterusan tanpa kerelaannya, dan jika ia mengadu kepada kadi atau naib kadi serta membayar RM 1.00 sebagai tebus talak, apabila disabitkan oleh kadi atau naib kadi maka jatuhlah talak satu ke atas isteri saya dengan nilai tebus talak tersebut.”
Risalah Talak (8), Talak dan Kembali Rujuk
- 08 Mei
- Kategori: Keluarga
- Dilihat: 28851
Suami kadang terlalu terburu-buru dalam memutuskan cerai. Padahal masih
cinta dan ingin kembali atau rujuk. Lalu bagaimana cara untuk rujuk, apakah
mesti dengan ucapan atau bisa dengan cuma berhubungan intim dengan istri? Dan
perlu diketahui bahwa talak itu ada dua macam yaitu talak roj'iy, talak yang bisa
kembali rujuk ketika masa 'iddah dan talak ba-in,
talak yang tidak bisa kembali rujuk kecuali dengan akad yang baru atau setelah
menikah dahulu dengan laki-laki lain pada wanita yang ditalak tiga. Kesempatan
kali ini kita akan mengulas masalah rujuk dan talak yang bisa kembali rujuk.
Pengertian Talak Roj’iyTalak roj’iy adalah talak yang membolehkan suami untuk rujuk ketika masih dalam masa ‘iddah tanpa didahului dengan akad nikah yang baru, walau istri tidak ridho kala itu. Talak roj’i ada ketika talak pertama dan talak kedua. Jika ‘iddah telah selesai pada talak pertama dan kedua, maka jadilah talak ba-in (talak yang tidak bisa kembali rujuk). Jika masih talak pertama dan kedua kala itu suami masih ingin kembali pada istri yang dicerai, maka harus dengan akad nikah baru.
Disyari’atkannya Rujuk
Dalil-dalil yang menyatakan bolehnya rujuk:
Allah Ta’ala berfirman,
الطَّلَاقُ
مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh
rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”
(QS. Al Baqarah: 229). Yang dimaksud “imsak dengan cara yang ma’ruf”
dalam ayat tersebut adalah rujuk dan kembali menjalin pernikahan serta mempergauli
istri dengan cara yang baik.Begitu juga dalam ayat,
وَالْمُطَلَّقَاتُ
يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ
يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ
أَرَادُوا إِصْلَاحًا
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quru' (masa ‘iddah). Tidak boleh mereka menyembunyikan apa
yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari
akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu (masa
‘iddah), jika mereka (para suami) menghendaki ishlah” (QS. Al Baqarah:
228).Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa suami yang mentalak istrinya berhak untuk rujuk kepada istrinya selama masa ‘iddahnya dengan syarat ia benar-benar memaksudkan untuk rujuk dan tidak memberi dhoror (bahaya) kepada istri.[1]
Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa talak dibolehkan untuk rujuk. Sedangkan untuk talak ketiga (talak ba-in) tidak ada rujuk sebagaimana diterangkan dalam ayat lainnya. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ
قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi
perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu
mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang
kamu minta menyempurnakannya” (QS. Al Ahzab: 49). Talak sebelum disetubuhi
dianggap talak ba-in dan tidak ada masa ‘iddah bagi laki-laki kala itu. Rujuk
hanya berlaku jika masa ‘iddah itu ada.[2]Dalil hadits yang menunjukkan boleh adanya rujuk sebagaimana terdapat dalam hadits Ibnu ‘Umar ketika ia mentalak istrinya dalam keadaan haidh. Kala itu ‘Umar mengadukan kasus anaknya lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مُرْهُ
فَلْيُرَاجِعْهَا
“Hendaklah ia meruju' istrinya kembali”[3]Begitu pula ada ijma’ (kata sepakat) dari para ulama bahwa seorang pria merdeka ketika ia mentalak istrinya kurang dari tiga kali talak dan seorang budak pria kurang dari dua talak, maka mereka boleh rujuk selama masa ‘iddah.[4]
Hikmah di Balik Disyari’atkannya Rujuk
Rujuk sangat dibutuhkan karena barangkali suami menyesal telah mentalak istrinya. Inilah yang diisyaratkan dalam firman Allah Ta’ala,
لَا تَدْرِي
لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا
“Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah
itu sesuatu hal yang baru” (QS. Ath Tholaq: 1). Yang dimaksud dalam ayat
ini adalah rujuk. Sebagaimana pendapat Fathimah binti Qois, begitu pula
pendapat Asy Sya’bi, ‘Atho’, Qotadah, Adh Dhohak, Maqotil bin Hayan, dan Ats Tsauri.[5]Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Istri yang dicerai tetap diperintahkan untuk tinggal di rumah suami selama masa ‘iddahnya. Karena bisa jadi suami itu menyesali talak pada istrinya. Lalu Allah membuat hatinya untuk kembali rujuk. Jadilah hal itu mudah”.[6]
Ketika Istri Sudah Ditalak Tiga Kali
Ketika istri sudah ditalak tiga kali, maka haram bagi suaminya untuk rujuk kembali sampai mantan istrinya menikah dengan pria lain dengan nikah yang sah. Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنْ طَلَّقَهَا
فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ
“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang
kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia nikah dengan
suami yang lain” (QS. Al Baqarah: 230).Pernikahan yang kedua disyaratkan agar suami kedua menyetubuhi istrinya sehingga dikatakan sah. Sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah disebutkan,
أَنَّ امْرَأَةَ
رِفَاعَةَ الْقُرَظِىِّ جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم -
فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ رِفَاعَةَ طَلَّقَنِى فَبَتَّ طَلاَقِى ،
وَإِنِّى نَكَحْتُ بَعْدَهُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الزَّبِيرِ الْقُرَظِىَّ ،
وَإِنَّمَا مَعَهُ مِثْلُ الْهُدْبَةِ . قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه
وسلم - « لَعَلَّكِ تُرِيدِينَ أَنْ تَرْجِعِى إِلَى رِفَاعَةَ ، لاَ ، حَتَّى
يَذُوقَ عُسَيْلَتَكِ وَتَذُوقِى عُسَيْلَتَهُ »
“Suatu ketika istri Rifaa'ah Al Qurozhiy menemui Nabi
shallallaahu 'alaihi wa sallam. Ia berkata, “Aku adalah istri Rifaa'ah,
kemudian ia menceraikanku dengan talak tiga. Setelah itu aku menikah dengan
‘Abdurrahman bin Az-Zubair Al Qurozhiy. Akan tetapi sesuatu yang ada padanya
seperti hudbatuts-tsaub (ujung kain)[7]”.
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam tersenyum mendengarnya, lantas beliau
bersabda : "Apakah kamu ingin kembali kepada Rifaa'ah? Tidak bisa, sebelum
kamu merasakan madunya dan ia pun merasakan madumu.”[8]Hukum Seputar Rujuk dan Talak Roj’iy
1. Rujuk ada pada talak roj’iy (setelah talak pertama dan talak kedua), baik talak ini keluar dari ucapan suami atau keputusan qodhi (hakim).
2. Rujuk itu ada jika suami telah menyetubuhi istrinya. Jika talak itu diucap sebelum menyetubuhi istri, maka tidak boleh rujuk berdasarkan kesepakatan para ulama. Alasannya adalah firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ
قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا
فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi
perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya
maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta
menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah[9]
dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya” (QS. Al
Ahzab: 49).3. Rujuk dilakukan selama masih dalam masa ‘iddah. Jika ‘iddah sudah habis, maka tidak ada istilah rujuk –berdasarkan kesepakatan ulama- kecuali dengan akad baru. Karena Allah Ta’ala berfirman,
وَالْمُطَلَّقَاتُ
يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quru' (masa ‘iddah)” (QS. Al Baqarah: 228).Kemudian Allah Ta’ala berfirman,
وَبُعُولَتُهُنَّ
أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا
“Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti
itu (masa ‘iddah), jika mereka (para suami) menghendaki ishlah” (QS. Al
Baqarah: 228).Yang namanya rujuk adalah ingin meneruskan kepemilikan (istri). Kepemilikan di sini putus setelah berlalunya masa ‘iddah dan ketika itu tidak ada lagi keberlangsungan pernikahan.
4. Perpisahan yang terjadi sebelum rujuk bukanlah karena nikah yang batal karena faskh. Seperti nikah tersebut batal karena suami murtad.
5. Perpisahan yang terjadi bukan karena hasil dari membayar kompensasi seperti dalam khulu’ (istri menuntut cerai di pengadilan dan diharuskan membayar kompensasi).
6. Rujuk tidak bisa dibatasi dengan waktu tertentu sesuai kesepakatan suami-istri, semisal rujuk nantinya setelah 8 tahun. Sebagaimana nikah tidak bisa dengan syarat waktu sampai sekian bulan, begitu pula rujuk.
Tidak Disyaratkan Ridho Istri Ketika Suami akan Rujuk
Perlu dipahami bahwa rujuk menjadi hak suami selama masih dalam masa ‘iddah, baik istri itu ridho maupun tidak. Karena Allah Ta’ala berfirman,
وَبُعُولَتُهُنَّ
أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا
“Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti
itu (masa ‘iddah), jika mereka (para suami) menghendaki ishlah” (QS. Al
Baqarah: 228).Dan hak rujuk pada suami ini tidak bisa ia gugurkan sendiri. Semisal suami berkata, “Saya mentalakmu, namun saya tidak akan pernah rujuk kembali”. Atau ia berkata, “Saya menggugurkan hakku untuk rujuk”. Seperti ini tidak teranggap karena penggugurannya berarti telah merubah syari’at Allah. Padahal tidak boleh seorang pun mengubah syari’at Allah. Padahal Allah Ta’ala telah menyebutkan,
الطَّلَاقُ
مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh
rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”
(QS. Al Baqarah: 229).Dalam rujuk tidak disyaratkan ridho istri. Karena dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,
فَأَمْسِكُوهُنَّ
بِمَعْرُوفٍ
“Maka rujukilah mereka dengan baik” (QS. Ath Tholaq:
2). Dalam ayat ini hak rujuk dijadikan milik suami. Dan Allah menjadikan rujuk
tersebut sebagai perintah untuk suami dan tidak menjadikan pilihan bagi istri.Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Wajib rujuk jika suami mentalak istrinya ketika haidh sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ibnu ‘Umar yang telah lewat dan akan dijelaskan detail pada masalah talak bid’iy.
2. Rujuk tidak disyaratkan ada wali dan tidak disyaratkan mahar. Rujuk itu masih menahan istri sehingga masih dalam kondisi ikatan suami-istri.
3. Menurut mayoritas ulama, memberi tahu istri bahwa suami telah kembali rujuk hanyalah mustahab (sunnah). Seandainya tidak ada pernyataan sekali pun, rujuk tersebut tetap sah. Namun pendapat yang hati-hati dalam hal ini adalah tetap memberitahu istri bahwa suami akan rujuk. Karena inilah realisasi dari firman Allah,
فَأَمْسِكُوهُنَّ
بِمَعْرُوفٍ
“Maka rujukilah mereka dengan baik” (QS. Ath Tholaq:
2). Yang dikatakan rujuk dengan cara yang ma’ruf adalah memberitahukan si
istri. Tujuan dari pemberitahuan pada istri adalah jika si istri telah lewat
‘iddah, ia bisa saja menikah dengan pria lain karena tidak mengetahui telah
dirujuk oleh suami.4. Ketika telah ditalak roj’iy, istri tetap berdandan dan berhias diri di hadapan suami sebagaimana kewajiban seorang istri. Karena ketika ditalak roj’iy, masih berada dalam masa ‘iddah, istri masih tetap istri suami. Allah Ta’ala berfirman,
وَبُعُولَتُهُنَّ
أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا
“Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti
itu (masa ‘iddah), jika mereka (para suami) menghendaki ishlah” (QS. Al
Baqarah: 228). Dandan dan berhias diri seperti ini tentu akan membuat suami
untuk berpikiran untuk rujuk pada istri.Cara Rujuk
1. Rujuk dengan ucapan
Tidak ada beda pendapat di antara para ulama bahwa rujuk itu sah dengan ucapan. Seperti suami mengatakan, “Saya rujuk padamu” atau yang semakna dengan itu. Atau suami mengucapkan ketika tidak di hadapan istri dan ia berkata, “Saya rujuk pada istriku”.
Lafazh rujuk ada dua macam: (1) shorih (tegas), (2) kinayah (kalimat samaran).
Jika lafazh rujuk itu shorih (tegas) seperti kedua contoh di atas, maka dianggap telah rujuk walau tidak dengan niat. Namun jika lafazh kinayah (samaran) yang digunakan ketika rujuk seperti, “Kita sekarang seperti dulu lagi”, maka tergantung niatan. Jika diniatkan rujuk, maka teranggap rujuk.
2. Rujuk dengan perbuatan
Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Ada yang mengatakan bahwa dengan melakukan jima’ (hubungan intim) dan melakukan muqoddimahnya (pengantarnya) seperti mencium dengan syahwat baik diniatkan rujuk atau tidak, maka rujuknya teranggap. Ada juga ulama yang mensyaratkan harus disertai niat dalam jima’ dan muqoddimah tadi. Ada yang berpendapat pula bahwa rujuk adalah dengan jimak saja baik disertai niat atau tidak. Dalam pendapat yang lain, rujuk itu hanya teranggap dengan ucapan, tidak dengan jima’ dan selainnya.
Pendapat yang pertengahan dalam masalah ini adalah rujuk itu teranggap cukup dengan jima’ namun dengan disertai niat. Inilah pendapat Imam Malik, salah satu pendapat Imam Ahmad dan pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Alasannya karena setiap amalan tergantung pada niatnya.
Apakah Rujuk Butuh Saksi?
Allah Ta’ala berfirman,
فَإِذَا بَلَغْنَ
أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ
وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ
“Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka
rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu” (QS. Ath Tholaq: 2).Yang rojih –pendapat terkuat- dalam hal ini adalah rujuk tetap butuh saksi bahkan diwajibkan berdasarkan makna tekstual dari ayat. Inilah yang menjadi pendapat Imam Syafi’i yang lama, salah satu pendapat dari Imam Ahmad, pendapat Ibnu Hazm dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.[10]
Talak Roj’iy Mengurangi Jatah Talak
Sudah kita ketahui bahwa batasan talak adalah tiga kali. Jika seseorang telah mentalak istri sekali, maka masih tersisa kesempatan dua kali talak. Jika suami itu rujuk, maka tidak menghapus talak yang terdahulu. Allah Ta’ala berfirman,
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ
فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh
rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.”
(QS. Al Baqarah: 229)[11]Pembahasan ini masih berlanjut pada pembahasan talak ba-in. Semoga Allah memudahkan bagi kami untuk menyusunnya.
======================================================================
Hikmah Pernikahan[1sunting | 1<sunting sumber>]
Cara yang halal dan suci untuk menyalurkan nafsu syahwat melalui ini selain lewat perzinahan, pelacuran, dan lain sebagainya yang dibenci Allah dan amat merugikan.
Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
Memelihara kesucian diri
Melaksanakan tuntutan syariat
Membuat keturunan yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.
Sebagai media pendidikan: Islam begitu teliti dalam menyediakan lingkungan yang sehat untuk membesarkan anak-anak. Anak-anak yang dibesarkan tanpa orangtua akan memudahkan untuk membuat sang anak terjerumus dalam kegiatan tidak bermoral. Oleh karena itu, institusi kekeluargaan yang direkomendasikan Islam terlihat tidak terlalu sulit serta sesuai sebagai petunjuk dan pedoman pada anak-anak
Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab
Dapat mengeratkan silaturahim
Rukun, Larangan & Syarat Perkawinan/Pernikahan/Menikah/Kawin Agama Islam
Written By godam64 on 10 Agustus 2009 | 07:33
Dalam menikah dalam ajaran agama islam ada aturan yang perlu dipatuhi oleh calon mempelai serta keluarganya agar perkawinan yang dilakukan sah secara agama sehingga mendapat ridho dari Allah SWT. Untuk itu mari kita pahami dengan seksama aturan, rukun, pantangan dan persayaratan dalam suatu perkawinan.
A. Syarat-Syarat Sah Perkawinan/Pernikahan
1. Mempelai Laki-Laki / Pria
- Agama Islam
- Tidak dalam paksaan
- Pria / laki-laki normal
- Tidak punya empat atau lebih istri
- Tidak dalam ibadah ihram haji atau umroh
- Bukan mahram calon istri
- Yakin bahwa calon istri halal untuk dinikahi
- Cakap hukum dan layak berumah tangga
- Tidak ada halangan perkawinan
2. Mempelai Perempuan / Wanita
- Beragama Islam
- Wanita / perempuan normal (bukan bencong/lesbian)
- Bukan mahram calon suami
- Mengizinkan wali untuk menikahkannya
- Tidak dalam masa iddah
- Tidak sedang bersuami
- Belum pernah li'an
- Tidak dalam ibadah ihram haji atau umrah
3. Syarat Wali Mempelai Perempuan
- Pria beragama islam
- Tidak ada halangan atas perwaliannya
- Punya hak atas perwaliannya
4. Syarat Bebas Halangan Perkawinan Bagi Kedua Mempelai
- Tidak ada hubungan darah terdekat (nasab)
- Tidak ada hubungan persusuan (radla'ah)
- Tidak ada hubungan persemendaan (mushaharah)
- Tidak Li'an
- Si pria punya istri kurang dari 4 orang dan dapat izin istrinya
- Tidak dalam ihram haji atau umrah
- Tidak berbeda agama
- Tidak talak ba'in kubra
- Tidak permaduan
- Si wanita tidak dalam masa iddah
- Si wanita tidak punya suami
5. Syarat-Syarat Syah Bagi Saksi Pernikahan/Perkawinan
- Pria / Laki-Laki
- Berjumlah dua orang
- Sudah dewasa / baligh
- Mengerti maksud dari akad nikah
- Hadir langsung pada acara akad nikah
6. Syarat-Syarat/Persyaratan Akad Nikah Yang Syah :
- Ada ijab (penyerahan wali)
- Ada qabul (penerimaan calon suami)
- Ijab memakai kata nikah atau sinonim yang setara.
- Ijab dan kabul jelas, saling berkaitan, satu majelis, tidak dalam ihrom haji/umroh.
B. Rukun-Rukun Pernikahan/Perkawinan Sah
- Ada calon mempelai pengantin pria dan wanita
- Ada wali pengantin perempuan
- Ada dua orang saksi pria dewasa
- Ada ijab (penyerahan wali pengantin wanita) dan ada qabul (penerimaan dari pengantin pria)
C. Pantangan / Larangan-Larangan Dalam Pernikahan/Perkawinan
- Ada hubungan mahram antara calon mempelai pria dan wanita
- Rukun nikah tidak terpenuhi
- Ada yang murtad keluar dari agama islam
D. Menurut Undang-Undang Perkawinan
- Perkawinan/pernikahan didasari persetujuan kedua calon mempelai
- Bagi calon yang berusia di bawah 21 tahun harus punya izin orang tua atau wali yang masih ada hubungan darah dalam garis keturunan lurus atau melalui putusan pengadilan
- Umur atau usia minimal untuk menikah untuk pria/laki-laki berusia 19 tahun dan untuk wanita/perempuan berumur paling tidak 16 tahun.
Rukun, Syarat, dan Larangan Pekawinan dalam Islam
Posted by anurachman pada April 30, 2009
Pernikahan merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hal ini tersurat dalam firman Allah:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaany-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenis kamu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadiakn-Nya diantaramu rasa kasih dan saying. Sesuangguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS Qr-Ruum:21)
وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan kawinkanlah oran-prang yang sendirian di antara kamu dan mereka yang berpekerti baik, termasuk hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.” (QS An-Nuur:32)
Dari firman tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa perkawinan merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan oleh Allah. Lantas perkawinan seperti apakah yang sesuai dengan syariat islam, dan apa saja rukun dan syarat dari sebuah perkawinan? Berikut kami uraikan sedikit tentanf rukun, syarat dan larangan dalam perkawinan menurut ajaran Islam:
Rukun Perkawinan
Setiap ibadah tentunya mempunyai rukun dan syarat, agar ibadah tersebut sah dan sesuai dengan ajaran islam. Dalam konteksnya dengan perkawinan, rukun dari sebuah pernikahan adalah:
a. Adanya calon mempelai pria dan wanita
b. Adanya wali dari calon mempelai wanita
c. Dua orang saksi dari kedua belah pihak
d. Adanya ijab; yaitu ucapan penyerahan mempelai wanita oleh wali kepada mempelai pria untuk dinikahi
e. Qabul; yaitu ucapan penerimaan pernikahan oleh mempelai pria (jawaban dari ijab)
Syarat Pernikahan
Setiap rukun yang ada harus memiliki syarat-syarat tertentu. Hal ini demi sahnya sebuah pernikahan. Adapun syarat-syarat pernikahan tersebut adalah:
a. Mempelai pria:
• Beragama Islam
• Tidak ada paksaan
• Tidak beristri empat orang
• Bukan mahram mempelai wanita
• Tidak memiliki istri yang haram dimadu dengan calon mempelai wanita
• Calon istri tidak haram dinikahi
• Tidak sedang ihram haji atau umrah
• Cakap melakukan hokum rumah tangga
• Tidak ada halangan pernikahan
b. Mempelai wanita
• Wanita (bukan banci)
• Beragama islam
• Member ijin kepada wali untuk dinikahkan
• Tidak bersuami atau dalam masa iddah
• Bukan mahram mempelai pria
• Belum pernah di li’an oleh calon suami
• Jelas orangnya
• Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah
c. Tidak ada halangan pernikahan
c. Seseorang dinyatakan tidak terhalang pernikahannya karena:
• Hubungan darah terdekat (nasab)
• Hubungan persusuan (radla’ah)
• Hubungan persemendaan (mushaharah)
• Talak ba’in kubra
• Permaduan
• Beristri 4 orang
• Li’an
• Masih bersuami atau dalam masa iddah
• Mempelai pria yang non-muslim
• Ihram haji atau umrah
d. Wali mempelai wanita
• Pria
• Beragama islam
• Mempunyai hak atas perwalian
• Tidak ada halangan untuk menjadi wali
e. Saksi
• Dua orang pria
• Beragama islam
• Baligh
• Hadir dalam acara akad nikah
• Mengerti arti dan maksud pernikahan
f. Syarat akad nikah
• Adanya ijab dari eali mempelai wanita
• Adanya qabul oleh mempelai pria
• Ijab menggunakan kata-kata nikah atau yang searti dengannya
• Ijab dan qabul harus jelas dan saling berkaitan
• Ijab dan qabul dalam satu majlis
• Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah
Larangan Pernikahan
Selain rukun dan syarat penikahan, ada juga hal yang harus diperhatikan dalam sebuah pernikahan. Pernikahan dianggap batal apabila ada larangan dalam pernikahan. Larangan dalam pernikahan yang dimaksud adalah:
a. Adanya hubungan mahram antara kedua mempelai
b. Tidak terpenuhinya rukun pernikahan
c. Terjadi pemurtadan
Semoga tulisan yang tidak seberapa ini dapat berguna bagi kita semua, terutama saudara-saudara seiman yang ingin melangsungkan pernikahan.
Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Islam
Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Islam
Sebagai bahan referensi dan renungan bahkan tindakan, berikut, garis besar hak dan kewajiban suami isteri dalam Islam yang di nukil dari buku “Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-hari Lengkap” karangan H.A. Abdurrahman Ahmad.
Hak Bersama Suami Istri
Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
Adab Suami Kepada Istri .
Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)
Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasihsayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)
Adab Isteri Kepada Suami
Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
Menyerahkan dirinya,
Mentaati suami,
Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)
Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)
Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)
Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)
Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya. (An-Nur: 30-31)
Talak dan Rujuk
Pertanyaan:
Istri yang ditalak satu atau dua dan setelah itu rujuk, bagaimanakah tata cara rujuk yang syar’i?
Apabila masa ‘iddah belum habis, apakah harus membuat akad nikah baru?
Apabila masa ‘iddah telah habis, bagaimanakah cara rujuk yang sesuai syar’i?
Jazakallahu khairan.
M. Iqbal, Kepri
08526497xxxx
Jawaban:
Agama Islam sangat menjaga keutuhan biduk rumah tangga kaum muslimin. Hal ini bisa dilihat dalam pengaturan tentang perceraian (talak), bahwasanya Islam tidak menjadikan talak hanya sekali, namun sampai tiga kali.
Disebutkan dalam firman Allâh Ta'âla :
Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.
(Qs. al-Baqarah/2:229)
Juga adanya pensyariatan‘iddah. Yaitu masa menunggu bagi yang ditalak, seperti tersebut dalam firman-Nya:
Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) ‘iddahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu‘iddah itu serta bertakwalah kepada Allâh Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka, dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar, kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang.
(Qs. ath-Thalâq/65:1)
Dengan demikian, seorang suami yang menceraikan istrinya satu kali, ia masih memungkinkan untuk memperbaiki kembali bila dirasa hal itu perlu dan baik bagi keduanya. Semua ini menunjukkan perhatian Islam yang sangat besar dalam pembangunan rumah tangga yang kokoh dan awet.
Adapun syarat sahnya rujuk, di antaranya:
Rujuk setelah talak satu dan dua saja, baik talak tersebut langsung dari suami atau dari hakim.
Rujuk dari istri yang ditalak dalam keadaan pernah digauli. Apabila istri yang ditalak tersebut sama sekali belum pernah digauli, maka tidak ada rujuk. Demikian menurut kesepakatan ulama.
Rujuk dilakukan selama masa ‘iddah. Apabila telah lewat masa ‘iddah -menurut kesepakatan ulama fikih- tidak ada rujuk.
Dalam rujuk, tidak disyaratkan keridhaan dari wanita. Sedangkan bila masih dalam masa ‘iddah, maka anda lebih berhak untuk diterima rujuknya, walaupun sang wanita tidak menyukainya. Dan bila telah keluar (selesai) dari masa ‘iddah tetapi belum ada kata rujuk, maka sang wanita bebas memilih yang lain. Bila wanita itu kembali menerima mantan suaminya, maka wajib diadakan nikah baru.
Allâh Ta'ala menyatakan dalam firman-Nya, yang artinya:
"Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allâh dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allâh dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti itu jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allâh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
(Qs. al-Baqarah/2 ayat 228)
Di dalam Fathul Bâri, Ibnu Hajar rahimahullâh mengatakan:
“Para ulama telah bersepakat, bahwa bila orang yang merdeka menceraikan wanita yang merdeka setelah berhubungan suami istri, baik dengan talak satu atau dua, maka suami tersebut lebih berhak untuk rujuk kepadanya, walaupun sang wanita tidak suka. Apabila tidak rujuk sampai selesai masa iddahnya, maka sang wanita menjadi orang asing (ajnabiyah), sehingga tidak halal baginya, kecuali dengan nikah baru”. 1[1]
Cara untuk rujuk, ialah dengan menyampaikan rujuk kepada istri yang ditalak, atau dengan perbuatan. Rujuk dengan ucapan ini disahkan secara ijma’ oleh para ulama, dan dilakukan dengan lafazh yang sharih (jelas dan gamblang), misalnya dengan ucapan “saya rujuk kembali kepadamu” atau dengan kinayah (sindiran), seperti ucapan“sekarang, engkau sudah seperti dulu”. Kedua ungkapan ini, bila diniatkan untuk rujuk, maka sah. Sebaliknya, bila tanpa diniatkan untuk rujuk, maka tidak sah.
Sedangkan rujuk dengan perbuatan, para ulama masih bersilang pendapat, namun yang rajih (kuat) -insya Allâh- yaitu dengan melakukan hubungan suami istri atau muqaddimahnya, seperti ciuman dan sejenisnya dengan disertai niat untuk rujuk.
Demikian ini pendapat madzhab Malikiyah dan dirajihkan oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyahrahimahullâh dan Syaikh as-Sa’di rahimahullâh.2[2] Apabila disertai dengan saksi, maka itu lebih baik, apalagi jika perceraiannya dilakukan di hadapan orang lain, atau sudah diketahui khalayak ramai.
Wallahu a’lam.
========================================================================
MAKALAH NIKAH TALAK CERAI
RUJUK (NTCR)
MAKALAH NIKAH TALAK CERAI
RUJUK (NTCR)
OLEH: M. AMIN KUTBI. S.P.dI
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai umat Islam yang bertaqwa, kita tidak akan terlepas dari syari’at Islam.
Hukum yang harus di patuhi oleh semua umat Islam di seluruh penjuru dunia. Baik
laki-laki maupun perempuan tidak ada perbedaan di mata Allah SWT, tetapi yang
membedakan hanyalah ketaqwaan kita.
Salah satu dari syari’at Islam adalah tentang perkawinan, talak, cerai, dan
rujuk. Keempat hal ini sudah di atur dalam hukum Islam, baik dalam al-Qur’an
maupun dalam Hadits Rasulullah SAW. Perkawinan merupakan peristiwa yang sering
kita jumpai dalam hidup ini, bahkan setiap hari banyak umat Islam yang
melakukan perkawinan.
Selanjutnya tentang masalah talak, hal ini juga tidak jarang kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Kita lihat di televisi banyak para artis yang melaporkan
isterinya ke KUA lantaran hal sepele, dan dengan gampangnya mengucapkan kata
talak. Padahal dalam al-Qur’an sudah jelas bahwa perbuatan yang paling di benci
Allah adalah talaq. dari sini jika kita menengok kejadian-kejadian yang menimpa
suami isteri yang bercerai maka patut kita bertanya ada apa di balik semua itu.
Kita ketahui bahwa tindak lanjut dari talak itu sendiri akan berakibat perceraian.
Dan hal itu akan menambah penderitaan dari kaum itu sendiri jika melakukan
sebuah perceraian. Tetapi hukum Islam disamping menentukan hukum juga
memberikan alternatif jalan keluar yang bisa di tempuh oleh pasangan suami
Isteri jika ingin mempertahankan hubungan pernikahan mereka. Hal itu bisa di
tempuh dengan melakukan rujuk dan menyesali perbuatan yang telah di lakukan.
Setiap hari banyak umat yang melakukan penikahan, talak, cerai, dan rujuk. Hal
ini perlu untuk kita teliti, berapa banyak umat Islam yang melakuakan
pernikahan, talak, perceraian, dan rujuk. Dan kita akan mengambil contoh di
kecamatan Blimbing. Dengan berpatokan pada data yang ada di KUA kecamatan
Blimbing.
BAB II
PEMBAHASAN
A. NIKAH
1. Pengertian Nikah
Nikah adalah salah satu pokok hidup yang utama dalam pergaulan atau masyarakat
yang sempurna, bukan saja perkawinan itu satu jalan yang sangat mulia untuk
mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi perkawinan itu dapat di
pandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara satu umat dengan yang
lain. Selain dari pada itu, dengan perkawinan seseorang akan terpelihara dari
kebinasaan hawa nafsu. Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW. yang artinya: “Hai
pemuda-pemuda barang siapa yang mampu diantara kamu serta berkeinginan hendak
kawin, hendaklah dia kawin. Karena sesungguhnya perkawinan itu akan memejamkan
matanya terhadapat orang yang tidak halal dilaihatnya. Dan akan
memeliharakannya dari godaan syhwat. Dan barang siapa yang tidak mampu kawin
hendaklah dia puasa, karena dengan puasa, hawa nafsunya terhadap perempuan akan
berkurang. ”
Kata nikah berasal dari bahasa Arab yang di dalam bahasa Indonesia disebut
perkawinan. Nikah menurut istilah syariat Islam adalah akad yang mengahalalkan
pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan mahram
sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan kewajiban antara kedua insan itu.
Pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang diatur dengan pernikahan ini akan
membawa keharmonisan, keberkahan, dan kesejahteraan baik bagi laki-laki maupun
perempuan, bagi masyarakat yang berada di sekelilingnya. Dan Allah berfirman
dalam Surat An-Nisa’ ayat 3, yang artinya: “maka kawinilah wanita-wanita
(lain)” yang kamu senangi, du, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak
akan berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja.”
Ayat ini memerintahkan kepada kaum laki-laki yang sudah mampu untuk
melaksanakan nikah. Adapun yang dimaksud dengan adil di dalam ayat ini ialah
adil di dalam memberikan kepada isteri berupa pakaian, tempat, giuran, dan
laki-laki yang bersifat lahiriyah. Ayat ini juga menerangakan bahwa Islam
memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Batas poligami di dalam
Islam hanya sampai empat orang saja.
2. Hukum Nikah
Pada dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk
menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang bermacam-macam, maka hukum
nikah dapat di bagi menjadi lima macam, yaitu:
1. Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya mempunyai biaya sehingga
dapat memberikan nafkah isterinya.
2. Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah
ia akan terjerumus dalam perzinaan.
3. Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan karena
tidak mampu memberi belanja kepada isterinya atau karena kemungkinan lain.
4. Haram, bagi orang yang ingin menikahi seseorang dengan niat untuk menyakiti
isterinya atau menyia-nyiakan isterinya, atau tidak mampu memberi nafkah
jasmani maupun rohani.
5. Mubah, bagi orang yang tidak terdesak oleh hal-hal yang mengahruskan segera
nikah atau yang mengharamkannya.
3. Tujuan Nikah
Tujuan pernikahan dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Untuk membina rumah tangga yang serasi, dan penuh dengan limpahan kasih
sayang.
b. Memperoleh keturunan yang soleh, yang sah dari hasil perkawinan itu.
c. Menjaga kehormatan dan harkat martabat manusia.
Telah berlaku anggapan kebanyakan pemuda-pemuda dari dahulu sampai sekarang,
mereka ingin kawin lantaran beberapa sebab, diantaranya:
a. Ingin mengaharapkan harda benda.
b. Karena mengarapkan gelar kebangsawanannya.
c. Akan ingin melihat kecantikannya.
d. Karena agama dan budi pekerti yang baik.
4. Rukun Dan Syarat Nikah
Rukun nikah ada lima macam, yaitu:
1. Calon Suami
Syarat-syaratnya, yaitu:
b. Islam.
c. Tidak di paksa.
d. Bukan mahram calon isteri.
e. Tidak sedang melaksanakn ibadah haji atau umrah.
2. Calon Isteri
Syarat-syaratnya, yaitu:
a. Islam.
b. Bukan mahram calon suami.
c. Tidak sedang melakan ibadah haji atau umrah..
Nabi SAW. telah memberikan petunjuk sifat-sifat perempuan yang baik, antara
lain:
a. Wanita yang beragama dan menjalankannya.
b. Wanita yang keturunannya orang yang mempunyai keturunan yang baik.
c. Wanita yang mash perawan.
3. Wali
Syarat-syaratnya, yaitu:
a. Islam.
b. Baligh (dewasa)
c. Berakal sehat.
d. Adil (tidak fasik)
e. Laki-laki.
f. Mempunyai hak untuk menjadi wali.
4. Dua orang saksi.
Syarat-syaratnya, yaitu:
a. Islam.
b. Baligh (dewasa)
c. Berakal sehat.
d. Adil (tidak fasik)
e. Laki-laki.
f. Mengerti maksud akad nikah.
5. Ijab Dan Qabul
ijab adalah perkataan dari wali pihak wali perempuan. Sedangkan qabul adalah
jawaban laki-laki dalam menerima ucapan wali perempuan. Syarat-syarat ijab dan
qabul adalah:
a. dengan kata nikah atau tazwij atau terjemahan.
b. Ada persesuaian antara ijab dan qabul.
c. Berturt-turt, artinya ijab dan qabul itu tidak terselang waktu yang lama.
d. Tidak memakai syarat yang dapat mengahalangi kelangsungan pernikahan.
6. Mahar
Mahar atau maskawin ialah pemberian dari seorang laki-laki kepada seorang
perempuan baik berupa uang atau benda-benda yang berharga yang di sebabkan
karena pernikahan diantara keduanya. Pemberian mahar merupakan kewajiban bagi
laki-laki yang menikahi perempuan. Mahar ini tidak termasuk rukun nikah,
sehingga jika pada waktu akan nikah tidak di sebutkan mahar itu, maka akad
nikah itu tetap sah. Banyaknya mahar itu tidak dibatasi oleh syariat Islam,
hanya menurut kekuatan suami serta keridhaan isteri
7. Sunnah Dalam Akad Nikah
Setelah akad nikah selesai dilaksanakn maka di sunahkan melakukan tiga hal,
sebagai berikut:
a. Khotbah nikah
Khotbah nikah sangat dianjurkan menurt agama Islam, karena di dalam khotbah ini
banyak nasehat-nasehat
b. Do’a untuk kedua mempelai.
Setelah selesai khotbah nikah di sunahkan berdoa untuk kedua mempelai.
c. Walimah.
Walimah artinya pesta, dan walimah untuk perkawinan di sebut walimatulusr,
dengan maksud untuk menyiarkan perkawinan itu. Pernikahan ini perlu diketahui
orang banyak supaya mempelai berdua ketika bergaul tidak di curigai oleh
masyarakat. Bagi yang di undang untuk mendatangi walimah hukumnya wajib jika
yang tidak berhalangan.
8. Hak Dan Kewajiban Suami Isteri
a. Kewajiban suami
1. Suami wajib membayar mahar.
2. Suami wajib memberi nafkah
3. Suami wajib menggauli isteri dengan penuh kasih sayang.
4. Memimpin dan membimbing seluruh keluarga kejalan yang benar.
b. Kewajiban isteri.
1. Isteri wajib taat dan patuh kepada suami.
2. Isteri harus menjaga dirinya, kehormatannya dan rumah tangganya.
3. Mempergunakan nafkah yang di berikan oleh suami dengan sebaik-baiknya.
4. Isteri berkuasa untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangga.
c. Kewajiban bersama suami isteri.
1. Memelihara anak-anak dengan penuh kasih sayang dan tanggung jawab.
2. Berbuat baik kepada semua famili, baik dari keluarga suami maupun keluarga
isteri dan kerabat yang lain.
d. Hikmah pernikahan.
1. Pernikahan dapat menentramkan jiwa.
2. Pernikahan dapat menghindarkan seseorang dari perbuatan maksiat.
3. Mempermudah dalam pengumpulan harta.
B. TALAK
1. Pengertian Talak
Kata talak berasal dari bahasa Arab artinya menurut bahasa melepaskan ikatan.
Adapun talak menurut istilah syariat Islam ialah melepaskan atau membatalkan
ikatan pernikahan dengan lafadz tertentu yang mengandung arti menceraikan.
Talak merupakan jalan keluar terakhir dalam suatu ikatan pernikahan antara
suami isteri jika mereka tidak terdapat lagi kecocokan dalam membina rumah
tangga.
2. Hukum Talak
Talak mempunyai beberapa hukum seperti dibawah ini:
a. Makruh.
b. Haram, apabila talak di jatuhkan oleh suami terhadap isteri dalam keadaan
haidh, atau dalam keadaan suci setelah isteri itu di campuri.
c. Sunnah, apabila suami sudah tidak mampu lagi menunaikan tugasnya sebagai
suami.
d. Wajib, apabila suami sudah bersumpah dengan mengatakan ia tidak akan
menggauli isterinya lagi, atau karena perselisihan antara suami isteri.
Bagi suami yang telah menjatuhkan talak pada isterinya ia mempunyai kewajiban
sebagai berikut:
a. Suami memberi mut’ah, yaitu pemberian sesuatu yang berharga dari suami
kepada isterinya sesuai dengan kemampuan suami.
b. Suami bersikap santun dan ramah terhadap isteri.
3. Khulu’
Khulu’ adalah talak yang di katuhkan suami karena mengabulkan permintaan
isterinya dengan cara membayar tebusan dari pihak isteri kepada suami setelah
terjadi khlu’. Antara suami dan isteri berlaku ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
a. Suami boleh menjatuhkan talak kepada isteri, ketika isterinya dalam keadaan
haid atau dalam keadaan suci setelah di campuri.
b. Suami tidak dapat merujuk isterinya pada masa iddah dan juga tidak bisa
menambah talak. Jika antara suami dan isteri ingin bersatu kembali harus dengan
akad baru.
4. Pasakh
pasakh adalah terjadinya talak yang di jatuhkan oleh hakim atas pengaduan
isteri atau suami. Perceraian dalam bentuk pasakh ini dapat terjadi karena
beberapa hal sebagai berikut:
a. Terdapat suatu aib atau cact pada salah satu pihak.
b. Suami tidak dapat memberi nafkah kepada isterinya.
c. Suami tidak sanggup membayar mahar yang telah disebutkan pada saat akad
nikah.
d. Terjadi penganiayaan yang berat oleh suami kepada isterinya.
e. Suami merasa tertipu karena keadaan isteri tidak sesuai dengan janji yang
telah di sepakati.
f. Suami mengumpulkan dua orang isteri yang saling bersaudara.
g. Suami berlaku murtad.
h. Suami hilang atau pergi dan tidak jelas tempatnya atau tidak jelas hidup
atau matinya.
5. Bilangan Talak
Bilangan talak ada tiga macam, yaitu: Talak Satu, talak dua, dan talak tiga.
Talak satu dan talak dua di sebut dengan talak pas’i, yaitu talak yang terjadi
antara suami dan isteri dan boleh rujuk ketika dalam masa iddah. Adapun talak
tiga yang terjadi antara suami dan isteri, maka tidak boleh mengadakan rujuk di
antara keduanya pada masa iddah. Jika keduanya ingin kembali bersatu maka harus
di lakukan dengan akad nikah yang baru dan telah di selang orang lain.
Talak tiga meliputi tiga cara, sebagai berikut:
a. Suami menjatuhkan talak sebanyak tiga kali pada waktu yang berbeda-beda.
b. Seorang suami menthlaq isterinya dengan talak satu, setelah habis masa
iddahnya isteri itu di nikahi kembali lagi, kemudian di talak lagi.
c. Talak tiga dengan cara suami mengatakan talak kepada isterinya dengan talak
tiga pada sati waktu.
Kalimat yang di pakai dalam talak ada dua macam, yaitu:
a. Sharih (terang) yaitu kalimat yang tidak di ragukan lagi bahasa yang
dimaksud adalah memutuskan ikatan perkawinan.
b. Kinayah (sindiran) yaitu kalimat yang masih ragu-ragu boleh dikaitkan untuk
perceraian nikh atau yang lainnya. Kalimat sindiran ini tergantung pada
niatnya, artinya kalau tidak di niatkan untuk perceraian mak tidaklah jatuh
talak.
6. Iddah
Iddah menurut bahasa artunya jumlah atau sejumlah. iddah menurut syari’at Islam
ialah masa menunggu bagi seorang wanita karena ditalak atau ditinggal mati oleh
suaminya, agar dapat diketahui kaandungannya ataukah kosong atau berisi. Adapun
hukum iddah bagi seorang istri yang telah ditalaq atau ditinggal mati oleh
suaminya adalah wajib. Pada masa iddah istri tidak boleh menikah dengan
laki-laki lain hingga habis masa Iddahnya.
Iddah terdiri dari beberapa macam, yaitu:
a. Iddah tiga kali suci atau tiga quru’. Iddah ibni disebabkan karena istri
yang ditalak suaminya dalam keadaan hidup dan istri masih bisa mempunyai darah
haid.
b. Iddah tiga bulan, yaitu bagi wanita yang di talak oleh suami dalam keadaan
hidup dan isteri sudah tidak mempunyai darah haid.
c. Idaah sampai melahirkan anak, berlaku bagi wanita yang di ceraikan atau di
tinggal mati suaminya dalam keadaan hamil.
d. Iddah selama empat bulan sepuluh hari, yaitu iddah yang berlaku bagi wanita
yang di tinggal mati suaminya dalam keadaan tidak hamil.
Suami yang telah mentalak isterinya dan isterinya masih dalam masa iddah maka
bagi suami mempunyai kewajiban terhadap isterinya, sebagai berikut:
1. Suami wajib memberi nafkah berupa sandang, pangan dan papan.
2. Suami wajib memberi nafkah tempat tinggal bagi mantan isterinya yang di
talak ba’in, apabila isteri ini tidak hamil.
3. Suami wajib memberi nafkah berupa sandang, pangan, papan bagi mantan
isterinya yang di talak ba’in apabila isterinya itu hamil sampai ia melahirkan
anak.
Adapun hikmah iddah antara lain, yaitu:
1. Untuk mengetahui apakah isteri yang di cerai itu hamil atau tidak dengan
mantan suaminya.
2. Untuk menentukan keturunan jika isteri yang di talak itu dalam keadaan
hamil.
3. Untuk memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak suami dan isteri yang
di talak hidup jika keduanya menghendaki berumah tangga lagi.
C. CERAI
Suatu ikatan perkawinan akan menjadi putus antara lain di sebabkan karena
perceraian.dalam hukum Islam perceraian terjadi karena Khulu’, zhihar, ila’,
dan li’an. Khulu’ adalah perceraian yang di sertai sejumlah harta sebagai
‘iwadh yang diberikan oleh isteri kepada suami untuk menebus diri agar terlepas
dari ikatan perkawinan. Dewasa ini sering terjadi seorang wanita sengaja
membayar suaminya agar mau bercerai. Hal ini terjadi lantaran mengejar
cita-cita duniawi semata tanpa memikirkan urusan akhiratnya.
Zhihar atau zhuhrun yang berarti punggung dalam bahasa Arab. Dalam kaitannya
dengan suami isteri, shihar adalah ucapan suami kepada isterinya yang berisi
menyerupakan punggung isteri dengan punggung ibu dari suami. Dan ini menjadi
sebab mengharamkan menyetubuhi isterinya. Hal ini juga sering kita alami
lantaran sang isteri mirip dengan ibu kita. Tetapi kalau penyebutannya dalam
hal yang ringan hal semacam itu tidak menjadi masalah.
Illa’ artinya simpah, yaitu sumpah suami yang menyebut asma Allah untuk tidak
mendekati isterinya itu. Dan di sini Allah membeikan waktu selama empat bulan.
Jika dalam waktu itu tidak ada perubahan antara keduanya maka suami boleh
menjatuhkan talak. Setiap ada hubungan tidak selamanya akan baik,dan ini
merupakan hal yang sering terjadi dalam ikatan perkawinan. Karena terlalu emosi
kadang-kadang suami bertindak di luar batas sampai-sampai bersumpah demi Allah
tidak akan menyentuk isterinya. Hal semacam ini harus kita hindari jauh-jauh
karena bisa memecah ikatan perkawinan.
Kemudian Li’an artinya jauh dan laknat, kutukan. Li’an ialah sumpah yang
diucapkan oleh suami ketika ia menuduh isterinya berbuat zina dengan empat kali
kesaksian bahwa dia adalah orang yang benar dalam tuduhan, kemudian dia
bersedia menerima laknat dari Allah dalam kesaksiannya yang kelima jika ia
berdusta.
D. RUJUK
1. Pengertian.
Rujuk menurut bahasa artinya kembali. Adapun menurut syariat Islam ialah
kembalinya mantan suami kepada mantan isterinya yang telah di talaknya dengan
talak raj’I untuk kumpul kembali pada masa iddah tanpa tanpa mengadakan akad
nikah yang baru. Hukum asal daripada Rujukadalah mubah (boleh). Hal ini di
dasarkan pada firman Allah SWTsurat Al-Baqarah ayat 228: Artinya: “dan
suami-suaminya yang berhak meRujuknya dalam masa menanti itu jika mereka (para
suami) itu mengehendaki Islah”
2. Hukum Hukum Rujuk
Hukum rujuk dapat berubah menjadi sunnah, makruh atau haram sesuai dengan
hal-hal tertentu, sebagai berikut:
a. Mubah, hal ini sesuai dengan hukum asalnya.
b. Sunnah apabila rujuk dimaksudkan untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan
yang telah retak.
c. Makruh apabila rujuk ini akan membawa mudharat dan talak lebih bermanfaat.
d. Haram, apabila dengan rujuk akan membawa isteri teraniaya.
3. Rukun Rujuk
Adapun rukun rujuk ada tiga, yaitu:
1. Isteri dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Isteri telah di campuri oleh mantan suami sebab bila belum di campuri tidak
ada iddah dengan demikian tidak boleh Rujuk.
b. Isteri di dalam keadaan talak raj’I, sebab dalam keadaan talak bain baik
berupa fasakh, khulu’ atau talak tiga itu tidak boleh.
2. Suami dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Baligh (dewasa).
b. Berakal (tidak dalam keadaan gila atau m.abuk)
c. Dengan kemauan sendiri (tidak di paksa).
3. Sighat (ucapan)
Cara merujuk yang di lakukan oleh suami ada dua macam, yaitu: dengan sharih
(jelas) dan dengan cara kinaya (sindiran). Pada waktu suami mengucapkan Rujuk
sebaiknya ada dua orang saksi yang adil (tidak fasik).
4. Hikmah Rujuk
Adapun hikmah rujuk adalah:
a. Rujuk dapat mengekalkan pernikahan dengan cara sederhana tanpa melalui akad
nikah baru, setelah terjadi perceraian antara suami dan isteri.
b. Rujuk merupakan sarana untuk menyatukan kembali hubungan antara suami isteri
dengan cara ringan dari segi biaya, waktu, maupun tenaga atau pikiran.
BAB III
ANALISIS DATA
Dalam bab ini penulis akan memaparkan data hasil penelitian tentang presentase
nikah, talak, dan rujuk yng ada di Kantor Urusan Agama Kecamatan Blimbing. Berikut
data-data selengkapnya:
1. Data Nikah Di Kecamatan Blimbing
TAHUN 2003 TAHUN 2004
KELURAHAN NIKAH KELURAHAN NIKAH
PURWANTORO 188 PURWANTORO 193
BUNULREJO 163 BUNULREJO 170
POLOWIJEN 82 POLOWIJEN 79
ARJOSARI 76 ARJOSARI 90
PURWODADI 129 PURWODADI 161
BLIMBING 73 BLIMBING 95
PANDANWANGI 173 PANDANWANGI 145
KESATRIAN 41 KESATRIAN 73
JODIPAN 94 JODIPAN 89
POLEHAN 169 POLEHAN 120
BALEARJOSARI 45 BALEARJOSARI 46
JUMLAH 1233 JUMLAH 1261
Dari tabel data di atas terlihat bahwa pada tahun 2003 jumlah masyarakat yang
menikah cukup banyak. Terlihat juga yang paling banyak melaksanakan pernikahan
di kelurahan Purmantoro dengan jumlah pasangan suami isteri 188 pasangan,
kemudian di susul dengan kelurahan Pandanwangi sebanyak 173 pasangan. Kemudian
kelurahan yang paling sedikit melangsungkan pernikahan terdapat di kelurahan
Kesatrian dengan jumlah pasangan sebanyak 41 pasangan. Dari data nikah diatas,
secara keseluruhan pada tahun 2003 jumlah pernikahan yang tercatan adalah
sebanyak 1233 pasangan.
Kemudian untuk tahun 2004 mengalami sedikit kenaikan. Dapat dilihat pasangan
yang melakukan pernikahan yang terbanyak terdapat di kelurahan Purwantoro
dengan jumlah 193 pasangan kemudian di tempat kedua yaitu kelurahan Bunulrejo
dengan jumlah 170 pasangan. Dan kelurahan yang paling sedikit masyarakatnya
yang melangsungkan pernikahan adalah kelurahan Balearjosari dengan jumlah 46
pasangan. Secara keseluruhan pada tahun 2004 jumlah pernikahan di kecamatan
Blimbing sebanyak 1261 pasangan.
2. Data Talak Di Kecamatan Blimbing
TAHUN 2003 TAHUN 2004
KELURAHAN TALAK KELURAHAN TALAK
PURWANTORO 7 PURWANTORO 6
BUNULREJO 9 BUNULREJO 4
POLOWIJEN 0 POLOWIJEN 3
ARJOSARI 0 ARJOSARI 3
PURWODADI 4 PURWODADI 3
BLIMBING 1 BLIMBING 3
PANDANWANGI 1 PANDANWANGI 7
KESATRIAN 1 KESATRIAN 0
JODIPAN 2 JODIPAN 5
POLEHAN 8 POLEHAN 7
BALEARJOSARI 0 BALEARJOSARI 2
JUMLAH 33 JUMLAH 43
Dari tabel data di atas terlihat bahwa pada tahun 2003 jumlah masyarakat yang
melaporkan telah mentalak isterinya sangat sedikit. Dan dapat kita lihat yang
paling banyak melakukan talak terdapat di kelurahan Bunulrejo dengan jumlah 9
pasangan, kemudian di susul dengan kelurahan Polehan sebanyak 8 pasangan.
Kemudian kelurahan yang paling sedikit melangsungkan pernikahan terdapat di
kelurahan Blimbing, Pandanwangi, Kesatrian masing-masing sebanyak 41
pasangan.dan di kelurahan Polowijen, Arjosari, dan Balearjosari yang mentalak
isteinya tidak ada. Dari data talak diatas, secara keseluruhan pada tahun 2003
jumlah talak yang tercatan adalah sebanyak 33 pasangan.
Kemudian untuk tahun 2004 mengalami sedikit kenaikan. Dapat dilihat talak yang
terbanyak terdapat terjadi pandanwangi dan polehan sejumlah 7 pasangan. Dan
kelurahan yang paling sedikit adalah di Balearjosari sebanyak 2 pasangan dan di
kelurahan Kesatrian tidak ada. Secara keseluruhan pada tahun 2004 jumlah talak
di kecamatan Blimbing sebanyak 43 pasangan.
3. Data Cerai Di Kecamatan Blimbing
TAHUN 2003 TAHUN 2004
KELURAHAN CERAI KELURAHAN CERAI
PURWANTORO 14 PURWANTORO 17
BUNULREJO 10 BUNULREJO 9
POLOWIJEN 4 POLOWIJEN 4
ARJOSARI 1 ARJOSARI 3
PURWODADI 9 PURWODADI 7
BLIMBING 9 BLIMBING 10
PANDANWANGI 6 PANDANWANGI 7
KESATRIAN 1 KESATRIAN 3
JODIPAN 6 JODIPAN 7
POLEHAN 1 POLEHAN 8
BALEARJOSARI 2 BALEARJOSARI 3
JUMLAH 63 JUMLAH 78
Dari tabel data di atas terlihat bahwa pada tahun 2003 jumlah masyarakat yang
cerai cukup banyak. Terlihat juga yang paling banyak melakukan perceraian di
kelurahan Purmantoro dengan jumlah 14 pasangan. Kemudian kelurahan yang paling
sedikit melangsungkan pernikahan terdapat di kelurahan Arjosari, Kesatrian
Polehan dengan jumlah 1 pasangan. Dari data cerai diatas, secara keseluruhan
pada tahun 2003 jumlah perceraian yang tercatat adalah sebanyak 63 pasangan.
Kemudian untuk tahun 2004 mengalami sedikit kenaikan. Dapat dilihat pasangan yang
melakukan perceraian yang terbanyak terdapat di kelurahan Purwantoro dengan
jumlah 17 pasangan kemudian di tempat kedua yaitu kelurahan Blimbing dengan
jumlah 10 pasangan. Dan kelurahan yang paling sedikit masyarakatnya yang
melangsungkan perceraian adalah kelurahan Arjosari, Kesatrian, Balearjosari
dengan jumlah masing-masing 3 pasangan. Dan secara keseluruhan pada tahun 2004
jumlah perceraian di kecamatan Blimbing sebanyak 78 pasangan.
4. Data Rujuk Di Kecamatan Blimbing
TAHUN 2003 TAHUN 2004
KELURAHAN RUJUK KELURAHAN RUJUK
PURWANTORO 0 PURWANTORO 0
BUNULREJO 0 BUNULREJO 0
POLOWIJEN 0 POLOWIJEN 0
ARJOSARI 0 ARJOSARI 0
PURWODADI 0 PURWODADI 0
BLIMBING 0 BLIMBING 0
PANDANWANGI 0 PANDANWANGI 0
KESATRIAN 0 KESATRIAN 0
JODIPAN 1 JODIPAN 0
POLEHAN 0 POLEHAN 0
BALEARJOSARI 0 BALEARJOSARI 0
JUMLAH 1 JUMLAH 0
Dari tabel data di atas terlihat bahwa pada tahun 2003 jumlah masyarakat yang
melakukan rujuk sangat sedikit jika dibandingkan dengan pasangan yang melakukan
perceraian. Terlihat dari tabel diatas terlihat bahwa pada tahun 2003 yang
melakukan rujuk hanya terdapat di satu kelurahan yaitu kelurahan Jodipan dan
jumlahnyapun hanya 1 pasanganan. Kemudian untuk tahun 2004 jumlah psasangan
yang melakukan rujuk tidak ada.
BAB IV
KESIMPULAN
Nikah adalah salah satu pokok hidup yang utama dalam pergaulan atau masyarakat
yang sempurna, bukan saja perkawinan itu satu jalan yang sangat mulia untuk
mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi perkawinan itu dapat di
pandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara satu umat dengan yang
lain. Selain dari pada itu, dengan perkawinan seseorang akan terpelihara dari
kebinasaan hawa nafsu.
Talak menurut istilah syariat Islam ialah melepaskan atau membatalkan ikatan
pernikahan dengan lafadz tertentu yang mengandung arti menceraikan. Talak
merupakan jalan keluar terakhir dalam suatu ikatan pernikahan antara suami
isteri jika mereka tidak terdapat lagi kecocokan dalam membina rumah tangga.
Suatu ikatan perkawinan akan menjadi putus antara lain di sebabkan karena
perceraian.dalam hukum Islam perceraian terjadi karena Khulu’, zhihar, ila’,
dan li’an. Rujuk menurut bahasa artinya kembali. Adapun menurut syariat Islam
ialah kembalinya mantan suami kepada mantan isterinya yang telah di talaknya
dengan talak raj’I untuk kumpul kembali pada masa iddah tanpa tanpa mengadakan
akad nikah yang baru. Hukum asal daripada Rujuk adalah mubah (boleh).
==============================================
Makalah;
Hak dan Kewajiban Suami Istri
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Islam memandang
hubungan antara suami dan istri bukan hanya sekedar kebutuhan semata, tetapi
lebih dari itu Islam telah telah mengatur dengan jelas bagaimana sebuah
hubungan agar harmonis dan tetap berlandaskan pada tujuan hubungan tersebut,
yakni hubungan yang dibangun atas dasar cinta kepada Allah Swt.
Oleh karena itu untuk
mewujudkan keluarga yang diliputi oleh ketenangan, diselimuti cinta kasih dan
jalinan yang diberkahi, Islam telah mengajarkan kepada Sang Nabi bagaimana
jalinan antara suami dan istri ini bias sejalan, dapat seia dan sekata.
Maka, melalui makalah
ini insyaAllah penulis akan mengupas beberapa yang berkaitan tentang hak dan
kewajiban antara seorang suami dengan istri. Hak yang didasarkan pada kesadaran
bukan sekedar kebutuhan, dan kewajiban yang didasari pada kasih saying dan
bukan hanya menjalankan tugas belaka. Dan Islam telah menjadikan hubungan
antara suami istri ini begitu indah jika kita mampu mengejawantahkannya dalam
biduk rumah tangga.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian hak dan kewajiban serta apa
yang menimbulkan terjadinya hak dan kewajiban ?
2. Apa sajakah hak dan kewajiban suami terhadap
istri?
3. Apa sajakah hak dan kewajiban istri kepada
suami?
4. Apa sajakah hak dan kewajiban bersama antara
suami dan istri?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dan penyebab
timbulnya hak dan kewajiban.
2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban suami
kepada istri, istri kepada suami serta kewajiban bersama antara suami dan
istri.
BAB II
PEMBAHASAN
HAK DAN KEWAJIBAN
SUAMI ISTERI
A. Pengertian
Hak dan Kewajiban
Hak adalah kekuasaan
seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan Kewajiban adalah sesuatu yang
harus dikerjakan.
Membicarakan kewajiban
dan hak suami istri,terlebih dahulu kita membicarakan apa yang dimaksud dengan
kewajiaban dan apa yang dimaksud dengan hak. Adalah Drs. H. Sidi
Nazar Bakry dalam buku karangannya yaitu Kunci Keutuhan Rumah Tangga Yang Sakinah
mendefinisikan kewajiban dengan sesuatu yang harus dipenuhi dan dilaksanakan
dengan baik.Sedangkan hak adalah sesuatu yang harus diterima.
Lantas, pada
pengertian diatas jelas membutuhkan subyek dan obyeknya.Maka disandingkan
dengan kata kewajiban dan hak tersebut,dengan kata suami dan istri,memperjelas
bahwa kewajiban suami adalah sesuatu yang harus suami laksanakan dan penuhi
untuk istrinya.Sedangkan kewajiaban istri adalah sesuatu yang harus istri
laksanan dan lakukan untuk suaminya.Begitu juga dengan pengertian hak suami
adalah,sesuatu yang harus diterima suami dari isterinya.Sedangkan hak isteri
adalah sesuatu yang harus diterima isteri dari suaminya.Dengan demikian
kewajiban yang dilakukan oleh suami merupakan upaya untuk memenuhi hak
isteri.demikian juga kewajiban yang dilakukan istri merupakan upaya untuk
memenuhi hak suami,sebagaiman yang Rosulullah SAW jelasakan :
اﻻ إن ﻟﮝﻢ ﻋﻠﻰ ﻧﺴﺎﺋﮝﻢ ﺣﻗﺎ ﻮﻟﻨﺴﺎﺋﮝﻢﻋﻠﻴﮑﻢ ﺣﻗﺎ
: ‘’ Ketahuilah sesungguhnya kalian mempunyai hak yang harus (wajib)
ditunaikan oleh istri kalian,dan kalian pun memiliki hak yang harus (wajib)
kalian tunaikan’’.
(Hasan:
Shahih ibnu Majah no.1501.Tirmidzi II:315 no:1173 dan ibnu Majah I:594 no:1851)
Begitulah kehidupan
berumah tangga,Mebutuhkan timbal balik yang searah dan sejalan.Rasa salaing
membutuhkan,memenuhi dan melengkapi kekurangan satu dengan yang lainnya.tanpa
adanya pemenuhan kewajiban dan hak kedunya,maka keharmonisan dan keserasian
dalam berumah tangga akan goncang berujung pada percekcokan dan perselisihan.
Dengan dilangsungkan
akad nikah antara mempelai laki-laki dan mempelai perempuan yang dilakukan oleh
walinya, terjalinlah hubungn suami isteri dan timbul hak dan kewajiaban
masing-masing timbal-balik.
B. Macam-macam Hak Antara Suami dan Istri
Hak-hak dalam
perkawinan itu dapat dibagi menjadi tiga, yaitu hak bersama, hak isteri yang
menjadi kewajiban suami, dan hak suami yang menjadi kewajiban isteri.
1. Hak-hak Bersama
Hak –hak bersama
antara suami dan isteri adalah sebagai berikut :
a. Halal bergaul antara suami-isteri dan
masing-masing dapat bersenang-senang satu sama lain.
b. Terjadi hubungan mahram semenda; isteri
menjadi mahram ayah suami, kakeknya, dan seterusnya ke atas, demikian pula
suami menjadi mahram ibu isteri, neneknya, dan seterusnya ke atas.
c. Terjadi hubungan waris-mewaris antara suami
dan isteri sejak akad nikah dilaksanakan. Isteri berhak menerima waris atas
peninggalan suami. Demikian pula, suami berhak waris atas peninggalan isteri,
meskipun mereka belum pernah melakukan pergaualan suami-isteri.
d. Anak yang lahir dari isteri bernasab pada
suaminya (apabila pembuahan terjadi sebagai hasil hubungan setelah nikah).
e. Bergaul dengan baik antara suami dan isteri
sehingga tercipta kehidupan yang harmonis dan damai. Dalam hubungan ini Q.S.
An-Nisa:19 memerintahkan,
... وَعَاشِرُ هُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ... (النسا :19
)
“Dan gaulilah isteri-isteri itu dengan baik……”
Mengenai hak dan
kewajiban bersama suami isteri, Undang-Undang Perkawinan menyabutkan dalam
Pasal 33 sebagai berikut, “Suami isteri wajib cinta-mencintai,
hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang
lain.”
2. Hak-hak Isteri
Hak-hak isteri yang
menjadi kewajiban suami dapat dibagi dua: hak-hak kebendaan, yaitu mahar (maskawin)
dan nafkah, dan hak-hak bukan kebendaan, misalnya berbuat adil di antara para
isteri (dalam perkawinan poligami), tidak berbuat yang merugikan isteri dan
sebagainya.
a. Hak-hak Kebendaan
1) Mahar (Maskawin)
Q.S.
An-Nisa ayat 24 memerintahkan, “Dan berikanlah maskawin kepada
perempuan-perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian wajib. Apabila mereka
dengan senang hati memberikan sebagian maskawin itu kepadamu, ambillah dia
sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya.”
Dari ayat Al-Qur’an
tersebut dapat diperoleh suatu pengertian bahwa maskawin itu adlah harta
pemberian wajib dari suami kepada isteri, dan merupakan hak penuh bagi isteri
yang tidak boleh diganggu oleh suami, suami hanya dibenarkan ikut makan
maskawin apabila diberikan oleh isteri dengan sukarela.
Q.S. An-Nisa: 24
mengajarkan, “…. Isteri-isteri yang telah kamu campuri, berikanlah kepada
mereka mahar sempurna, sebagai suatu kewajiban, dan tidak ada halangan kamu
perlakukan mahar itu sesuai dengan kerelaanmu (suami isteri), setelah
ditentukan ujudnya dan kadarnya….”
Dari ayat tersebut
diperoleh ketentuan bahwa isteri berhak atas mahar penuh apabila telah
dicampuri. Mahar merupakan suatu kewajiban atas suami, dan isteri harus tahu
berapa besar dan apa ujud mahar yang menjadi haknya itu. Setelah itu,
dibolehkan terjadi persetujuan lain tentang mahar yang menjadi hak isteri itu,
misalnya isteri merelakan haknya atas mahar, mengurangi jumlah, mengubah ujud
atau bahkan membebaskannya.
Hadits Nabi riwayat
Ahmad, Hakim, dan Baihqi dari Aisyah mengjarkan, “Perempuan-perempuan yang
paling besar mendatangkan berkah Allah untuk suaminya adalah yang paling ringan
biayanya.” Yang diamksud dengan ringan biayanya ialah yang tidak
memberatkan suami, sejak dari mahar sampai kepada nafkah, pakaian, dan
perumahan dalam hidup perkawinan.
Hadits riwayat
Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, dan Nasai dari Sahl Bin Sa’ad menyatakan
bahwa Nabi pernah mengawinkan salah seorang sahabatnya dengan maskawin mengajar
membaca Al-Qur’an yang dihafalnya (menurut salah satu riwayat, yang dihafalnya
itu adalah Surah Al-Baqarah dan Ali Imran).
Hadits riwayat
Bukhari-Muslim, dan lain-lain dari Anas menyatakan bahwa Nabi pernah
memerdekakan Sofiah yang kemudian menjadi isteri beliau, dan yang menjadi maskawinnya
adalah memerdekakannya itu.
2) Nafkah
Yang dimaksud dengan
nafkah adalah mencukupkan segala keperluan isteri, meliputi makanan,
pakaian, tempat tinggal, pembantu rumah tangga, dan pengobatan, meskipun isteri
tergolong kaya.
Q.S. Ath-Thalaq : 6 mengajarkan,
“Tempatkanlah isteri-isteri dimana kamu tinggal menurut kemampuanmu; janganlah
kamu menyusahkan isteri-isteri untuk menyempitkan hati mereka. Apabila
isteri-isteri yang kamu talak itu dalam keadaan hamil, berikanlah nafkah kepada
mereka hingga bersalin … “ Ayat berikutnya (Ath-Thalaq :7) memrintahkan, “
Orang yang mampu hendaklah memberi nafkah menurut kemampuannya, dan dan orang
yng kurang mampu pun supaya memberi nafkah dari harta pemberian Allah
kepadanya; Allah tidak akan membebani kewajiban kepada seseorang melebihi
pemberian Allah kepadanya ….”
Hadits riwayat Muslim
menyenutkan isi khotbah Nabi dalam haji wada’. Antara lain sebagai berikut,
“….. Takuttlah kepada Allah dalam menunaikan kewajiban terhadap isteri-isteri;
itu tidak menerima tamu orang yang tidak engkau senangi; kalau mereka
melakukannya, boleh kamu beri pelajaran dengan pukulan-pukulan kecil yang tidak
melukai; kamu berkewajiban mencukupkan kebutuhan isteri mengenai makanan dan
pakaian dengan makruf.”
b. Hak-hak Bukan Kebendaan
Hak-hak bukan
kebendaan yang wajib ditunaikan suami terhadap isterinya, disimpulkan dalam
perintah Q.S. An-Nisa: 19 agar para suami menggauli isteri-isterinya dengan
makruf dan bersabar terhadap hal-hal yang tidak disenangi, yang terdapat pada
isteri.
Menggauli isteri
dengan makruf dapat mencakup:
a. Sikap menghargai, menghormati, dan
perlakuan-perlakuan yang baik, serta meningkatkan taraf hidupnya dalam
bidang-bidang agama, akhlak, dan ilmu pengetahuan yang diperlukan.
Hadits riwayat
Turmudzi dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah r.a. mengajarkan, “Orang-orang
mukmin yang paling baik budi perangainya, dan orang-orang yang paling baik di
antara kamu adalah yang paling baik perlakuannya terhadap isteri-isterinya.”
Hadits riwayat Bukhari
dan Muslim dari Abu Hurairah r.a. mengajarkan, “Bersikap baiklah kamu terhadap
isteri-isterimu sebab orang perempuan diciptakan berkodrat seperti tulang
rusuk; yang paling lengkung adalah tulang rusuk bagian atas; apabila kamu
biarkan akan tetap meluruskannya, ia akan patah dan apabila kamu biarkan akan
tetap lengkung, bersikap baiklah kamu terhadap para isteri.
Termasuk perlakuan
baik yang menjadi hak isteri ialah, hendaknya suami selalu berusaha agar isteri
mengalami peningkatan hidup keagamaannya, budi pekertinya, dan bertambah pula
ilmu pengtahuannya. Banyak jalan yang dapat ditempuh untuk memenuhi hak isteri,
misalnya melaui pengajian-pengajian, kursus-kursus, kegiatan kemasyarakatan,
bacaan buku, majalah, dan sebagainya.
b. Melindungi dan menjaga nama baik isteri
Suami berkewajiban
melindungi isteri serta menjaga nama baiknya. Hal ini tidak berarti bahwa suami
harus menutupi-nutupi kesalahan yang memang terdapat pada isteri. Namun, adalah
menjadi kewajiban suami untuk tidak membeberkan kesalahan-kesalahan isteri kepada
orang lain. Apabila kepada isteri hal-hal yang tidak benar, suami setelah
melakukan penelitian seperlunya, tidak apriori, berkewajiban memberikan
keterangan-keterangan kepada pihak-pihak yang melontarkan tuduhan agar nama
baik isteri jangan menjadi cemar.
c. Memenuhi kebutuhan kodrat (hajat) biologis
isteri
Hajat biologis adalah
kodrat pembawaan hidup. Oleh karena itu, suami wajib memperhatikan hak isteri
dalam hal ini. Ketentraman dan keserasian hidup perkawinan anatara lain
ditentukan oleh faktor hajat biologis ini. Kekecewaan yang dialami dalam
masalah ini dapat menimbulkan keretakan dalam hidup perkawinan; bahkan tidak
jarang terjadi penyelewengan isteri disebabkan adanya perasaan kecewa dalam hal
ini.
Salah seorang sahabat
Nabi bernama Abdullah bin Amr yang terlalu banyak menggunakan waktunya untuk
menunaikan ibadah; siang untuk melakukan puasa dan malam harinya untuk
melakukan shalat, diperingatkan oleh Nabi yang antara lain. “Isterimu mempunyai
hak yang wajib kau penuhi.
Demikian pentingnya
kedudukan kebutuhan biologis itu dalam hidup manusia sehingga Islam
menilai hubungan suami isteri yang antara lain untuk menjaga kesucian diri dari
perbuatan zina itu sebagai salah satu macam ibadah yang berpahala. Dalam hal
ini hadits Nabi riwayat Muslim mengajarkan, “Dan dalam hubungan kelaminmu
bernilai shadaqah.” Mendengar kata Nabi itu para sahabat bertanya, “ Ya
Rasulullah, apakah salah seorang di antara kita memenuhi syahwatnya itu
memperoleh pahala?” Nabi menjawab, “Bukkankah apabila ia melakukannya dengan
yang haram akan berdosa? Demikian sebaliknya, apabila ia memenuhinya dengan
cara yang halal akan mendapat pahala.”
3. Hak-hak Suami
Hak-hak suami yang
wajib dipenuhi isteri hanya merupakan hak-hak bukan kebendaan sebab menurut
hukum Islam isteri tidak dibebani kewajiban kebendaan yang diperlukan untuk
mencukupkan kebutuhan hidup keluarga. Bahkan, lebih diutamakan isteri tidak
usah ikut bekerja mencari nafkah jika suami memang mampu memenuhi kewajiban
nafkah keluarga dengan baik. Hal ini dimaksudkan agar isteri dapat mencurahkan
perhatiannya untuk melaksanakan kewajiban membina keluarga yang sehat dan
mempersiapkan generasi yang saleh. Kewajiban ini cukup berat bagi isteri yang
memang benar-benar akan melaksanakan dengan baik. Namun, tidak dapat dipahamkan
bahwa Islam dengan demikian menghendaki agar isteri tidak pernah melihat dunia
luar, agar isteri selalu berada di rumah saja. Yang dimaksud ialah agar isteri
jangan sampai ditambah beban kewajibannya yang telah berat itu dengan ikut
mencari nafkah keluarga. Berbeda halnya apabila keadaan memang mendesak, usaha
suami tidak dapat menghasilkan kecukupan nafkah keluarga. Dalam batas-batas
yang tidak memberatkan, isteri dapat diajak ikut berusaha mencari nafkah yang
diperlukan itu.
Hak-hak suami dapat disebutkan
pada pokoknya ialah hak ditaati mengenai hal-hal yang menyangkut hidup
perkawinan dan hak memberi pelajaran kepada isteri dengan cara yang baik dan
layak dengan kedudukan suami isteri.
a. Hak Ditaati
Q.S. An-Nisa : 34
mengajarkan bahwa kaum laki-laki (suami) berkewajiban memimpin kaum
perempuan (isteri) karena laki-laki mempunyai kelebihan atas kaum
perempuan (dari segi kodrat kejadiannya), dan adanya kewajiban laki-laki
memberi nafkah untuk keperluan keluarganya. Isteri-isteri yang saleh adalah
yang patuh kepada Allah dan kepada suami-suami mereka serta memelihara harta
benda dan hak-hak suami, meskipun suami-suami mereka serta memelihara harta
benda dan hak-hak suami, meskipun suami-suami mereka dalam keadaan tidak hadir,
sebagai hasil pemeliharaan Allah serta taufik-Nya kepada isteri-isteri
itu. Hakim meriwayatkan dari ‘Aisyah r.a. :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
: سَألْتُ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم : اَىُّ النَّاسِ أَعْظَمُ حَقَّا عَلَى
الْمَرْأَةِ ؟ قَالَ : زَوْجُهَا. قَالَتْ : فَأَ ىُّ النَّاسِ اَعْظَمُ حَقَّا
عَلىَ الرَّ جُلِ ؟ قَالَ : اُمُّهُ (رواه الحا كم)
“Dari Aisyah, ia berkata : Saya bertanya
kepada Rasulullah SAW : Siapakah orang yang paling besar haknya terhadap
perempuan? Jawabnya : Suaminya. Lalu saya bertanya lagi: Siapakah orang yang
paling besar haknya terhadap laki-laki? Jawabannya: Ibunya.”
Dari bagian pertama
ayat 34 Q.S. : An-Nisa tersebut dapat diperoleh ketentuan bahwa kewajiban suami
memimpin isteri itu tidak akan terselenggara dengan baik apabila isteri tidak
taat kepada pimpinan suami. Isi dari pengertian taat adalah :
1) Isteri supaya bertempat tinggal bersama suami
di rumah yang telah disediakan
Isteri berkewajiban memenuhi hak suami
bertempat tinggal di rumah yang telah disediakan apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a) Suami telah memenuhi kewajiban membayar mahar
untuk isteri.
b) Rumah yang disediakan pantas menjadi tempat
tinggal isteri serta dilengkapi dengan perabot dan alat yang diperlukan untuk
hidup berumah tangga secara wajar, sederhana, tidak melebihi kekuatan suami.
c) Rumah yang disediakan cukup menjamin
keamanan jiwa dan harta bendanya, tidak terlalu jauh dengan tetangga dan
penjaga-penjaga keamanan.
d) Suami dapat menjamin keselamatan isteri di
tempat yang disediakan.
2) Taat kepada perintah-perintah suami, kecuali
apabila melanggar larangan Allah
Rasulullah SAW menguatkan dalam sabdanya :
لَوْ اَمَرْتُ
اَحَدَكُمْ اَنْ يَّسْجُدَ لِأ حَدٍ لَأ مَرْتُ الْمَرْأَةَ اَنْ تَسْجُدَ
لِزَوْجِهَ مِنْ عِظَمٍ حَقِّهِ عَلَيْهَا (رواه ابوداود والنر مذى وابن ما جه
وابن حبان).
“Andaikata aku menyuruh seseorang sujud kepada
orang lain niscaya aku perintahkan perempuan bersujud kepada suaminya, karena
begitu besar haknya kepadanya.”
Isteri wajib memenuhi hak suami, taat kepada
perintah-perintahnya apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a) Perintah yang dikeluarkan suami termasuk
hal-hal yang ada hubungannya dengan kehidupan rumah tangga. Dengan demikian,
apabila misalnya suami memerintahkan isteri untuk membelanjakan harta milik
pribadinya sesuai keinginan suami, isteri tidak wajib taat sebab pembelanjaan
harta milik pribadi isteri sepenuhnya menjadi hak isteri yang tidak dapat
dicampuri oleh suami.
b) Perintah yang dikeluarkan harus sejalan dengan
ketentuan syari’ah. Apabila suami memerintahkan isteri untuk menjalankan
hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan syari’ah, perintah itu tidak boleh
ditaati. Hadits Nabi riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Nasai dari Ali
mengajarkan, “Tidak dibolehkan taat kepada seorang pun Dalam bermaksiat kepada
Allah; taat hanyalah dalam hal-hal yang makruf.”
c) Suami memenuhi kewajiban-kewajibannya yang
member hak isteri, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat bukan
kebendaan.
3) Berdiam di rumah, tidak keluar kecuali dengan
izin suami
Isteri wajib berdiam di rumah dan tidak keluar
kecuali dengan izin suami apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a) Suami telah memenuhi kewajiban membayar mahar
untuk isteri.
b) Larangan keluar rumah tidak berakibat
memutuskan hubungan keluarga-keluarganya, isteri tidak wajib taat. Ia boleh
keluar untuk berkunjung, tetapi tidak boleh bermalam tanpa izin suami.
4) Tidak menerima masuknya seseorang tanpa izin
suami
Hak suami agar isteri
tidak menerima masuknya seseorang tanpa izinnya, dimaksudkan agar ketentraman
hidup rumah tangga tetap terpelihara. Ketentuan tersebut berlaku apabila orang
yang dating itu bukan mahram isteri. Apabila orang yang dating adalah
mahramnya, seperti ayah, saudara, paman, dan sebagainya, dibenarkan menerima
kedatangan mereka tanpa izin suami.
Kewajiban taat yang
meliputi empat hak tersebut disertai dengan syarat-syarat yang tidak
memberatkan isteri.
b. Hak Memberi Pelajaran
Bagian kedua dari ayat
34 Q.S. An-Nisa mengajarkan, apabila terjadi kekhwatiran suami bahwa isterinya
bersikap membangkang (nusyus), hendaklah nasihat secara baik-baik. Apabila
dengan nasihat, pihak isteri belum juga mau taat, hendaklah suami berpisah
tidur dengan isteri. Apabila masih belum juga kembali taat, suami dibenarkan
member pelajaran dengan jalan memukul (yang tidak melukai dan tidak pada bagian
muka).
Hadits Nabi riwayat
Bukhari-Muslim dari Abdullah bin Zam’ah mengatakan, “Apakah salah seorang di
antara kamu suka memukul isterinya seperti ia memukul budak pada siang hari,
kemudian pada malam hari mengumpulinya.”
Dari banyak hadits
yang memperingatkan agar suami menjauhi memukul isteri itu, dapat kita peroleh
ketentuan bahwa Al-Qur’an membolehkan suami member pelajaran isteri
dengan jalan memukul itu hanya berlaku apabila isteri memang tidak mudah diberi
pelajaran dengan cara yang halus. Itu pun baru dilakukan dalam tingkat
terakhir, dan dengan cara yang tidak mengakibatkan luka pada badan isteri dan
tidak pula pada bagian muka. Kaum wanita pada dasarnya amat halus perasaannya.
Nasihat-nasihat yang biasa biasanya sudah cukup untuk mengadakan perubahan
sikapa terhadap suaminya. Kalau hal ini belum juga cukup, pisah tidur sudah
dipandang sebagai pelajaran yang lebih berat. Namun, apabila pelajaran tingkat
kedua ini belum juga membekas, pelajaran yang paling pahit dapat dilakukan,
tetapi dengan cara yang tidak akan mengakibatkan cedera dan tidak pada bagian
muka seperti berkali-kali disebutkan di atas.
C. Macam-macam Kewajiban Suami Istri
1. Kewajiban Suami Istri
Dalam Kompilasi Hukum
Islam, kewajiban suami isteri dijelaskan secara rinci sebagai berikut :
Pasal 77
1. Suami isteri memikul kewajiban yang
luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yang
menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
2. Suami isteri wajib saling cinta mencintai,
hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang
lain.
3. Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh
dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani
maupun kecerdasannya dan pendidikan agaamanya.
4. Suami isteri wajib memelihara kehormatannya.
5. Jika suami atau isteri melalaikan
kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.
Pasal 78
1. Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman
yang tetap.
2. Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1)
ditentukan oleh suami isteri bersama.
2. Kewajiban Suami terhadap Istri
Dalam kompilasi Hukum Islam, kewajiban suami terhadap
isteri dijelaskan secara rinci sebagai berikut :
Pasal 80
1. Suaminya adalah pembimbing terhadap isteri dan
rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang
penting-penting diputuskan oleh suami isteri bersama.
2. Suami wajib melindungi isterinya dan
memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan
kemampuannya.
3. Suami wajib member pendidikan agama kepada
isterinya dan member kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat
bagi agama dan bangsa.
4. Sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung
:
a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi
isteri;
b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya
pengobatan bagi isteri dan anak;
c. Biaya pendidikan bagi anak.
5. Kewajiban suami terhadap isterinya seperti
tersebut pada ayat (4) huruf a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin
sempurna dan isterinya.
6. Isteri dapat membebaskan suaminya dari
kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.
7. Kewajiban suami sebagaimana di maksud ayat (2)
gugur apabila isteri nusyud.
Pasal 81
Tentang Tempat
Kediaman
1. Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi
isteri dan anak-anaknya, atau bekas isteri yang masih dalam ‘iddah.
2. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang
layak untukisteri selama dalam ikatan perkawinan, atau dalam ‘iddah talak atau
iddah wafat.
3. Tempat kediaman disediakan untuk melindungi
isteri dan anak-anaknya dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan
tenteram. Tempat kediaman juga berfungsi sebagai penyimpan harta kekayaan,
sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga.
4. Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai
dengan kemampuannya serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat
tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang
lainnya.
Pasal 82
Kewajiban Suami yang Beristeri Lebih dari Seorang
1. Suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang
berkewajiban memberi tempat tinggal dan biaya hidup kepada masing-masing isteri
secara berimbang menurut isteri, kecuali jika ada perjanjian perkawinan.
2. Dalam hal para isteri rela dan ikhlas, suami
dapat menempatkan isterinya dalam satu tempat kediaman.
3. Kewajiban Istri Terhadap Suami
Diantara beberapa kewajiban isteri terhadap
suami adalah sebagai berikut :
a. Taat dan patuh kepada suami.
b. Pandai mengambil hati suami melalui makanan dan minuman.
c. Mengatur rumah dengan baik.
d. Menghormati keluarga suami.
e. Bersikap sopan, penuh senyum kepada suami.
f. Tidak mempersuli suami, dan selalu mendorong suami untuk maju.
g. Ridha dan syukur terhadap apa yang diberikan suami.
h. Selalu berhemat dan suka menabung.
i. Selalu berhias, bersolek untuk atau di hadapan
suami.
j. Jangan selalu cemburu buta.
Dalam kompilasi hukum islam, kewajiban isteri
terhadap suami dijelaskan sebagai berikut:
Pasal 83
Kewajiban Isteri
1. Kewajiban utama bagi seorang isteri ialah
berbakti lahir batin kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh
hukum islam.
2. Isrti menyelenggarakan dan mengatur keperluan
rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.
Pasal 84
1. Isteri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau
melaksanakan kewajiban-kewajiban, sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1),
kecuali dengan alas an yang sah.
2. Selama isteri dalm nusyuz, kewajiban suami
terhadap isterinya tersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku
kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya.
3. Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas
berlaku kembali sesudah isteri tidak nusyuz.
Ketentuan ada atau tidak adanya nusyuz dari
isteri harus di dasarkan atas bukti yang sah.
BAB III
P E N U T U P
A. KESIMPULAN
Apabila akad nikah
telah berlangsung dan sah memenuhi syarat rukunnya, maka akan menimbulkan
akibat hukum. Dengan demikian, akan menimbulkan pula hak dan kewajibannya
selaku suami isteri dalam keluarga. Dari pemaparan makalh diatas dapat penulis
simpulkan beberapa hal, diantaranya :
1. Pengertian Hak dan Kewajiban
Hak adalah kekuasaan
seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan Kewajiban adalah sesuatu yang
harus dikerjakan. Dengan dilangsungkan akad nikah antara mempelai
laki-laki dan mempelai perempuan yang dilakukan oleh walinya, terjalinlah
hubungn suami isteri dan timbul hak dan kewajiaban masing-masing timbal-balik.
2. Macam-macam Hak
a. Hak bersama suami dan istri
1) Halal bergaul antara suami-isteri dan
masing-masing dapat bersenang-senang satu sama lain.
2) Terjadi hubungan mahram semenda; isteri
menjadi mahram ayah suami, kakeknya, dan seterusnya ke atas, demikian pula
suami menjadi mahram ibu isteri, neneknya, dan seterusnya ke atas.
3) Terjadi hubungan waris-mewaris antara suami
dan isteri sejak akad nikah dilaksanakan. Isteri berhak menerima waris atas
peninggalan suami. Demikian pula, suami berhak waris atas peninggalan isteri,
meskipun mereka belum pernah melakukan pergaualan suami-isteri.
4) Anak yang lahir dari isteri bernasab pada
suaminya (apabila pembuahan terjadi sebagai hasil hubungan setelah nikah).
5) Bergaul dengan baik antara suami dan isteri
sehingga tercipta kehidupan yang harmonis dan damai.
b. Hak suami atas istri
1) Ditaati dalam hal-hal yang tidak maksiat.
2) Isteri menjaga dirinya sendiri dan harta suami.
3) Menjauhkan diri dari mencampuri sesuatu yang dapat
menyusahkan suami.
4) Tidak bermuka masam di hadapan suami.
5) Tidak menunjukkan keadaan yang tidak disenangi suami.
c. Hak istri atas suami
1) Hak-hak Kebendaan
a) Istri berhak mendapatkan Mahar
(Maskawin) yang layak atau yang sesuai dengan keinginan sang istri dan
sesuai dengan kemampuan sang suami.
b) Istri berhak mendapatkan Nafkah dari
suami.
2) Hak-hak Bukan Kebendaan
a) Menggauli isteri dengan makruf dapat mencakup:
b) Sikap menghargai, menghormati, dan
perlakuan-perlakuan yang baik, serta meningkatkan taraf hidupnya dalam
bidang-bidang agama, akhlak, dan ilmu pengetahuan yang diperlukan.
c) Melindungi dan menjaga nama baik isteri
d) Memenuhi kebutuhan kodrat (hajat) biologis
isteri
3. Macam-macam Kewajiban
a. Kewajiban bersama suami dan istri
1) Suami isteri memikul kewajiban yang
luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yang
menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
2) Suami isteri wajib saling cinta mencintai,
hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang
lain.
3) Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh
dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani
maupun kecerdasannya dan pendidikan agaamanya.
4) Suami isteri wajib memelihara kehormatannya.
5) Jika suami atau isteri melalaikan
kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.
b. Kewajiban suami kepada istri
1) Suaminya adalah pembimbing terhadap isteri dan
rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang
penting-penting diputuskan oleh suami isteri bersama.
2) Suami wajib melindungi isterinya dan
memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan
kemampuannya.
3) Suami wajib memberi pendidikan agama kepada
isterinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan
bermanfaat bagi agama dan bangsa.
4) Sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung
:
a) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi
isteri;
b) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya
pengobatan bagi isteri dan anak;
c) Biaya pendidikan bagi anak.
c. Kewajiban istri kepada suami
1) Taat dan patuh kepada suami.
2) Pandai mengambil hati suami melalui makanan dan minuman.
3) Mengatur rumah dengan baik.
4) Menghormati keluarga suami.
5) Bersikap sopan, penuh senyum kepada suami.
6) Tidak mempersuli suami, dan selalu mendorong suami untuk maju.
7) Ridha dan syukur terhadap apa yang diberikan suami.
8) Selalu berhemat dan suka menabung.
9) Selalu berhias, bersolek untuk atau di hadapan suami.
10) Jangan selalu cemburu buta.
B. SARAN
Demikian makalah ini
yang dapat kami sajikan, kami berharap makalah ini dapat berkembang dengan
berjalannya diskusi yang akan dijalankan oleh teman-teman. Kurang lebihnya kami
mohon maaf, untuk itu kepada para pembaca mohon kritik dan saran yang bersifat
membangun demi sempurnanya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
‘Audah, Abdul Qadir. Tanpa tahun.
At-Tasyri’ Al-Jina’iy Al-Islamy. Beirut: Dar Al-Kitab Al-‘Araby.
Basyir, Ahmad Azhar, H., 2007. Hukum
Perkawinan Islam. Cet. 11 Yogyakarta: UII Press.
Furqan, H. Arif, dkk. 2002. Islam Untuk
Disiplin Ilmu Hukum. Jakarta: Departemen Agama RI, Direktorat Jendral
Kelembagaan Agama Islam.
Ghozali, Abdul Rahman, Prof., DR., M.A., 2008.
Fiqih Munakahat. Cet. 3 Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Hanafi, Ahmad. 1990. Asas-Asas Hukum Pidana
Islam Cet. 4. Jakarta: Bulan Bintang.
Kumpulan Hadits Riwayat Bukhary dan Muslim.
2002.
==============================================
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telah
diketahui bahwa pernikahan adalah merupakan sunatullah, bahwa makhluk yang
bernyawa itu diciptakan berpasang-pasangan, baik laki-laki maupun perempuan
(Q.S.Dzariat :49).
“dan
segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat akan
kebesaran allah”.
Perkawinan merupakan
suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Dengan adanya
perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama
dan tata kehidupan masyarakat.
Hubungan
antara seorang laki - laki dan perempuan adalah merupakan tuntunan yang telah
diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini maka
disyariatkanlah akad nikah. Pergaulan antara laki - laki dn perempuan yang
diatur dengan perkawinan ini akan membawa keharmonisan, keberkahan dan
kesejahteraan baik bagi laki - laki maupun perempuan, bagi keturunan diantara
keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada disekeliling kedua insan tersebut.
Dalam agama samawi,
masalah perkawinan mendapat tempat yang sangat terhormat dan sangat terjunjung
tinggi tata aturan yang telah ditetapkan dalam kitab suci. Negara Indonesia misalnya,
masalah perkawinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, sehingga pemerintah Indonesia sejak Proklamasi
Kemerdekaan hingga sekarang menaruh perhatian yang sangat serius dalam hal
perkawinan ini.
Pada makalah ini akan
dijelaskan tentang masalah perkawinan menurut fiqh islam, kompilasi hukum
islam, dan undang – undang perkawinan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian perkawinan ?
2. Bagaimana dasar hukum
perkawinan?
3. Apa hikmah perkawinan ?
4. Bagaimana perbandingan
antara fiqh, kompilasi hukum islam, dan undang – undang perkawinan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari perkawinan.
2. Untuk mengetahui dasar hokum perkawinan.
3. Untuk mengetahui hikmah perkawinan.
4. Untuk mengetahui perbandingan antara
fiqh, kompilasi hukum islam, dan undang – undang perkawinan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkawinan
1. Pengertian Perkawinan
Perkawinan dalam fiqh
berbahasa arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah dan zawaj. Kata na-kahadan za-wa-ja terdapat dalam Al-Qur’an
dengan arti kawin yang berarti bergabung, hubungan kelamin, dan juga berarti
akad.
Menurut
Fiqh, nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam
pergaulan atau masyarakat yang sempurna.[1] Pernikahan itu bukan hanya
untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga perkenalan
antara suatu kaum dengan kaum yang lainnya.
Menurut
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.[2]
Menurut
Kompilasi Hukum Islam pasal 2 perkawinan adalah suatu pernikahan yang merupakan
akad yang sangat baik untuk mentaati perintah Allah dan pelaksanaanya adalah
merupakan ibadah.[3]
Pernikahan
dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan masing-masing agama dan
kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang menurut
perundang-undangan yang berlaku.
2. Hukum Perkawinan
Pada
dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk
menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang bermacam - macam, maka hukum
nikah ini dapat dibagi menjadi lima macam.
a. Sunnah, bagi orang yang berkehendak
dan baginya yang mempunyai biaya sehingga dapat memberikan nafkah kepada
istrinya dan keperluan - keperluan lain yang mesti dipenuhi.
b. Wajib, bagi orang yang mampu
melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah ia akan terjerumus dalam
perzinaan.
c. Makruh, bagi orang yang tidak mampu
untuk melaksanakan pernikahan karena tidak mampu
memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lain lemah syahwat.
d. Haram, bagi orang yang ingin
menikahi dengan niat untuk menyakiti istrinya atau menyia - nyiakannya. Hukum
haram ini juga terkena bagi orang yang tidak mampu memberi belanja kepada
istrinya, sedang nafsunya tidak mendesak.
e. Mubah, bagi orang - orang yang
tidak terdesak oleh hal - hal yang mengharuskan segera nikah atau yang
mengharamkannya.
3. Rukun
dan Syarat Perkawinan
Rukun
perkawinan adalah sebagai berikut :
a. Calon suami
b. Calon istri
Syarat – syarat calon
mempelai :
1) Keduanya jelas identitasnya
dan dapat dibedakan dengan yang lainnya, baik menyangkut nama, jenis kelamin,
keberadaan, dan hal lain yang berkenaan dengan dirinya.
2) Keduanya sama-sama beragama
islam.
3) Antara keduanya tidak
terlarang melangsungkan perkawinan.
4) Kedua belah pihak telah
setuju untuk kawin dan setuju pula pihak yang akan mengawininya.
UU Perkawinan mengatur
persyaratan persetujuan kedua mempelai ini dalam Pasal 6 dengan rumusan yang
sama dengan fiqh. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua mempelai.
KHI mengatur persetujuan kedua mempelai itu dalam Pasal 16.
5) Keduanya telah mencapai
usia yang layak untuk melangsungkan perkawinan.
Batas usia dewasa untuk
calon mempelai diatur dalam UU Perkawinan pada Pasal 7 dan KHI mempertegas
persyaratan tersebut.
c. Wali nikah dari mempelai
perempuan
Syarat – syarat wali :
1) Telah dewasa dan berakal
sehat
2) Laki – laki. Tidak boleh
perempuan.
3) Muslim
4) Orang merdeka
5) Tidak berada dalam
pengampuan
6) Berpikiran baik
7) Adil
8) Tidak sedang melakukan
ihram, untuk haji atau umrah.
UU Perkawinan sama
sekali tidak menyebutkan adanya wali, yang disebutkan hanyalah orang tua,
itupun kedudukannya sebagai orang yang harus dimintai izinnya pada waktu melangsungkan
perkawinan. Hal itu diatur dalam Pasal 6 ayat (2), (3), (4), (5), dan (6). KHI
berkenaan dengan wali menjelaskan secara lengkap mengikuti fiqh dalam Pasal 19,
20, 21, 22, dan 23.
d. Dua orang saksi
Syarat – syarat saksi :
1) Saksi itu berjumlah paling
kurang dua orang.
2) Kedua saksi itu adalah
bergama islam.
3) Kedua saksi itu adalah
orang yang merdeka.
4) Kedua saksi itu adalah laki
– laki.
5) Kedua saksi itu bersifat
adil.
6) Kedua saksi itu dapat
mendengar dan melihat.
UU Perkawinan tidak
menghadirkan saksi dalam syarat-syarat perkawinan, namun menghadirkan saksi
dalam Pembatalan Perkawinan yang diatur dalam Pasal 26 ayat (1). KHI mengatur
saksi dalam perkawinan mengikuti fiqh yang terdapat dalam Pasal 24, 25, dan 26.
e. Ijab dan Qabul
Ijab adalah penyerahan dari
pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua.
Syarat – syarat akad nikah
:
1) Akad harus dimulai dengan ijab dan dilanjutkan dengan qabul.
2) Materi dari ijab dan qabul tidak boleh berbeda.
3) Ijab dan qabul harus diucapkan secara
bersambungan tanpa terputus walaupun sesaat.
4) Ijab dan qabul mesti menggunakan lafaz
yang jelas dan terus terang.
UU Perkawinan tidak
mengatur tentang akad pernikahan, namun KHI secara jelas mengatur dalam Pasal
27, 28, dan 29.
B. Dasar Hukum Perkawinan
1. Menurut Fiqh Munakahat
a. Dalil Al-Qur’an
Allah
SWT berfirman dalam surat An - Nisa Ayat 3 sebagai berikut :[4]
” Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil
terhadap anak yatim, maka kawinilah perempuan-perempuan lain yang kamu senangi, dua,
tiga atau empat dan jika kamu takut tidak akan
berlaku adil,cukup sayu orang.” (An - Nisa : 3).
Ayat
ini memerintahkan kepada orang laki - laki yang sudah mampu untuk melaksanakan
nikah. Adapun yang dimaksud adil dalam ayat ini adalah adil didalam memberikan
kepada istri berupa pakaian, tempat, giliran dan lain - lain yang bersifat
lahiriah. Ayat ini juga menerangkan bahwa islam memperbolehkan poligami dengan
syarat - syarat tertentu.
Menurut Al-Qur’an, Surat Al A’raaf ayat 189berbunyi :
“Dialah yang menciptakan
kamu dari suatu zat dan daripadanya Dia menciptakan istrinya agar Dia merasa
senang.” (Al A’raaf : 189).
Sehingga perkawinan
adalah menciptakan kehidupan keluarga anatar suami istri dan anak-anak serta
orang tua agar tercapai suatu kehidupan yang aman dan tenteram (Sakinah),
pergaulan yang saling mencintai (Mawaddah) dan saling menyantuni (Rohmah). [5]
b. Dalil As-Sunnah
Diriwayatkan dari
Abdullah bin Mas’ud r.a. dari Rasulullah yang bersabda, “Wahai para pemuda,
barangsiapa dioantara kalian memiliki kemampuan, maka nikahilah, karena itu
dapat lebih baik menahan pandangan dan menjaga kehormatan. Dan siapa yang tidak
memiiki kemampuan itu, hendaklah ia selalu berpuasa, sebab puasa itu merupakan
kendali baginya.(H.R.Bukhari-Muslim).[6]
2. Menurut Undang – Undang Perkawinan tahun 1974
Landasan hukum terdapat
dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan yang rumusannya :[7]
Perkawinan adalah sah
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Tiap – tiap
perkawinan dicatat menurut peraturan – peraturan, pereundang – undangan yang
berlaku.
3. Menurut Kompilasi Hukum Islam
Dasar perkawinan dalam
Kompilasi Hukum Islam Pasal 2 dan 3 disebutkan bahwa :
Perkawinan menurut Hukum
Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan
untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.[8]
C. Hikmah Perkawinan
1. Perkawinan dapat menentramkan jiwa danmenghindarkan perbuatan maksiat.
2. Perkawinan untuk melanjutkan keturunan
3. Bisa saling melengkapi dalam
suasana hidup dengan anak – anak.
4. Menimbulkan tanggung jawab
dan menimbulkan sikap rajin dan sungguh – sungguh dalam mencukupi keluarga.
5. Adanya pembagian tugas,
yang satu mengurusi rumah tangga dan yang lain bekerja diluar.
D. Analisis Perbandingan
1. Fiqh Munakahat dan UU Perkawinan
Fiqh Munakahat sebagai
hukum agama mendapat pengakuan resmi dari UU Perkawinan untuk mengatur hal –
hal yang berkaitan dengan perkawinan. Dengan melihat Pasal 2 ayat (1)
tentang landasan hukum perkawinan itu berarti bahwa apa yang dinyatakan
sah menurut fiqh munakahat juga disahkan menurut UU Perkawinan. UU Perkawinan
secara prinsip dapat diterima karena tidak menyalahi ketentuan yang berlaku
dalam fiqh munakahat tanpa melihat mazhab fiqh tertentu.
2. KHI dan UU Perkawinan
KHI disusun dengan
maksud untuk melengkapi UU Perkawinan dan diusahakan secara praktis
mendudukkannya sebagai hukum perundang-undangan meskipun kedudukannya tidak
sama dengan itu dan materinya tidak boleh bertentangan dengan UU Perkawinan
untuk itu seluruh materi UU Perkawinan disalin ke dalam KHI meskipun rumusannya
sedikit berbeda. Pasal-pasal KHI yang diatur diluar perundang-undangan
merupakan pelengkap yang diambil dari fiqh munakahat, terutama menurut mazhab
Syafi’iy.
3. Fiqh Munakahat dan KHI
Di atas telah dijelaskan
hubungan antara fiqh munakahat dengan UU Perkawinan tentang perkawinan
dengan segala kemungkinannya. dan dijelaskan pula bahwa KHI adalah UU
Perkawinan yang dilengkapi dengan fiqh munakahat atau dalam arti lain bahwa
fiqh munakahat adalah bagian dari KHI. Fiqh munakahat yang merupakan bagian
dari KHI tidak seluruhnya sama dengan fiqh munakahat yang terdapat dalam mazhab
yang dianut selama ini mazhab Syafi’iy.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Perkawinan dalam fiqh
berbahasa arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah dan zawaj. Kata na-kahadan za-wa-ja terdapat dalam Al-Qur’an
dengan arti kawin yang berarti bergabung, hubungan kelamin, dan juga berarti
akad.
Salah satu hikmah
perkawinan adalah bisa menghindarkan perbuatan maksiat dan melanjutkanketurunan.
Dasar hukum perkawinan
menurut fiqh salah satunya yaitu disebutkan dalam Al-qur’an Surat An-Nisa’ ayat
3 dan dalil As-Sunnah diriwayatkan olehAbdullah bin Mas’ud r.a. dari
Rasulullah. Perkawinandiatur dalam UU Perkawinan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2) dan menurut KHI diatur dalam Pasal 2 dan 3.
Apa yang dinyatakan sah
menurut fiqh munakahat juga disahkan menurut UU Perkawinan. KHI adalah UU Perkawinan yang dilengkapi dengan
fiqh munakahat atau dalam arti lain bahwa fiqh munakahat adalah bagian dari
KHI. Fiqh munakahat yang merupakan bagian dari KHI tidak seluruhnya sama dengan
fiqh munakahat yang terdapat dalam mazhab yang dianut selama ini mazhab
Syafi’iy.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kesempurnaan. Olehkarena itu penulis senantiasa dengan lapang dada
menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun
demi perbaikan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Slamet, Drs. H. Aminudin. 1999. Fiqh Munakahat I. Bandung : CV Pustaka Setia
Al-Utsaiin Muhammad
Sholeh, Syekh Abdul Aziz Ibn Muhammad Dawud. 1991.Pernikahan Islami : Dasar
Hidup Beruah Tangga. Surabaya : Risalah Gusti
Idris ramulyo Muh. 1996. Hukum
Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
1995. Hukum Perkawinan, Hukum
Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama, dan Zakat menurut Hukum Islam. Jakarta : Sinar Grafika
Rasjid Sulaiman. 2010. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru
Algensindo
Syarifuddin Amir.
2009. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat dan Undang
– Undang Perkawinan. Jakarta : Kencana
[2] Mohd.
Idris Ramulyo,S.H, M.H, Hukum Perkawinan, Hukum
Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama, dan Zakat menurut Hukum Islam,
(Jakarta : Sinar Grafika, 1995), Hlm. 43
[3] Ibid,
Mohd. Idris Ramulyo,S.H, M.H, Hukum
Perkawinan Islam,(Jakarta : Bumi Aksara,
1996), Hlm. 4
[4]Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat dan
Undang – Undang Perkawinan, (Jakarta : Kencana,
2009), hlm. 35
[6] Syekh Muhammad Sholeh Al-Utsaiin, Syekh Abdul
Aziz Ibn Muhammad Dawud, Pernikahan Islami :
Dasar Hidup Beruah Tangga, (Surabaya : Risalah Gusti 1991), hlm. 29
[9] Drs.
Slamet Abidin, Drs. H. Aminudin : Fiqh Munakahat I, (Bandung : CV Pustaka
Setia, 1999), Hlm.
OLEH: M. AMIN KUTBI. S.P.dI
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai umat Islam yang bertaqwa, kita tidak akan terlepas dari syari’at Islam. Hukum yang harus di patuhi oleh semua umat Islam di seluruh penjuru dunia. Baik laki-laki maupun perempuan tidak ada perbedaan di mata Allah SWT, tetapi yang membedakan hanyalah ketaqwaan kita.
Salah satu dari syari’at Islam adalah tentang perkawinan, talak, cerai, dan rujuk. Keempat hal ini sudah di atur dalam hukum Islam, baik dalam al-Qur’an maupun dalam Hadits Rasulullah SAW. Perkawinan merupakan peristiwa yang sering kita jumpai dalam hidup ini, bahkan setiap hari banyak umat Islam yang melakukan perkawinan.
Selanjutnya tentang masalah talak, hal ini juga tidak jarang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Kita lihat di televisi banyak para artis yang melaporkan isterinya ke KUA lantaran hal sepele, dan dengan gampangnya mengucapkan kata talak. Padahal dalam al-Qur’an sudah jelas bahwa perbuatan yang paling di benci Allah adalah talaq. dari sini jika kita menengok kejadian-kejadian yang menimpa suami isteri yang bercerai maka patut kita bertanya ada apa di balik semua itu.
Kita ketahui bahwa tindak lanjut dari talak itu sendiri akan berakibat perceraian. Dan hal itu akan menambah penderitaan dari kaum itu sendiri jika melakukan sebuah perceraian. Tetapi hukum Islam disamping menentukan hukum juga memberikan alternatif jalan keluar yang bisa di tempuh oleh pasangan suami Isteri jika ingin mempertahankan hubungan pernikahan mereka. Hal itu bisa di tempuh dengan melakukan rujuk dan menyesali perbuatan yang telah di lakukan.
Setiap hari banyak umat yang melakukan penikahan, talak, cerai, dan rujuk. Hal ini perlu untuk kita teliti, berapa banyak umat Islam yang melakuakan pernikahan, talak, perceraian, dan rujuk. Dan kita akan mengambil contoh di kecamatan Blimbing. Dengan berpatokan pada data yang ada di KUA kecamatan Blimbing.
BAB II
PEMBAHASAN
A. NIKAH
1. Pengertian Nikah
Nikah adalah salah satu pokok hidup yang utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna, bukan saja perkawinan itu satu jalan yang sangat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi perkawinan itu dapat di pandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara satu umat dengan yang lain. Selain dari pada itu, dengan perkawinan seseorang akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsu. Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW. yang artinya: “Hai pemuda-pemuda barang siapa yang mampu diantara kamu serta berkeinginan hendak kawin, hendaklah dia kawin. Karena sesungguhnya perkawinan itu akan memejamkan matanya terhadapat orang yang tidak halal dilaihatnya. Dan akan memeliharakannya dari godaan syhwat. Dan barang siapa yang tidak mampu kawin hendaklah dia puasa, karena dengan puasa, hawa nafsunya terhadap perempuan akan berkurang. ”
Kata nikah berasal dari bahasa Arab yang di dalam bahasa Indonesia disebut perkawinan. Nikah menurut istilah syariat Islam adalah akad yang mengahalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan kewajiban antara kedua insan itu. Pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang diatur dengan pernikahan ini akan membawa keharmonisan, keberkahan, dan kesejahteraan baik bagi laki-laki maupun perempuan, bagi masyarakat yang berada di sekelilingnya. Dan Allah berfirman dalam Surat An-Nisa’ ayat 3, yang artinya: “maka kawinilah wanita-wanita (lain)” yang kamu senangi, du, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja.”
Ayat ini memerintahkan kepada kaum laki-laki yang sudah mampu untuk melaksanakan nikah. Adapun yang dimaksud dengan adil di dalam ayat ini ialah adil di dalam memberikan kepada isteri berupa pakaian, tempat, giuran, dan laki-laki yang bersifat lahiriyah. Ayat ini juga menerangakan bahwa Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Batas poligami di dalam Islam hanya sampai empat orang saja.
2. Hukum Nikah
Pada dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang bermacam-macam, maka hukum nikah dapat di bagi menjadi lima macam, yaitu:
1. Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya mempunyai biaya sehingga dapat memberikan nafkah isterinya.
2. Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah ia akan terjerumus dalam perzinaan.
3. Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan karena tidak mampu memberi belanja kepada isterinya atau karena kemungkinan lain.
4. Haram, bagi orang yang ingin menikahi seseorang dengan niat untuk menyakiti isterinya atau menyia-nyiakan isterinya, atau tidak mampu memberi nafkah jasmani maupun rohani.
5. Mubah, bagi orang yang tidak terdesak oleh hal-hal yang mengahruskan segera nikah atau yang mengharamkannya.
3. Tujuan Nikah
Tujuan pernikahan dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Untuk membina rumah tangga yang serasi, dan penuh dengan limpahan kasih sayang.
b. Memperoleh keturunan yang soleh, yang sah dari hasil perkawinan itu.
c. Menjaga kehormatan dan harkat martabat manusia.
Telah berlaku anggapan kebanyakan pemuda-pemuda dari dahulu sampai sekarang, mereka ingin kawin lantaran beberapa sebab, diantaranya:
a. Ingin mengaharapkan harda benda.
b. Karena mengarapkan gelar kebangsawanannya.
c. Akan ingin melihat kecantikannya.
d. Karena agama dan budi pekerti yang baik.
4. Rukun Dan Syarat Nikah
Rukun nikah ada lima macam, yaitu:
1. Calon Suami
Syarat-syaratnya, yaitu:
b. Islam.
c. Tidak di paksa.
d. Bukan mahram calon isteri.
e. Tidak sedang melaksanakn ibadah haji atau umrah.
2. Calon Isteri
Syarat-syaratnya, yaitu:
a. Islam.
b. Bukan mahram calon suami.
c. Tidak sedang melakan ibadah haji atau umrah..
Nabi SAW. telah memberikan petunjuk sifat-sifat perempuan yang baik, antara lain:
a. Wanita yang beragama dan menjalankannya.
b. Wanita yang keturunannya orang yang mempunyai keturunan yang baik.
c. Wanita yang mash perawan.
3. Wali
Syarat-syaratnya, yaitu:
a. Islam.
b. Baligh (dewasa)
c. Berakal sehat.
d. Adil (tidak fasik)
e. Laki-laki.
f. Mempunyai hak untuk menjadi wali.
4. Dua orang saksi.
Syarat-syaratnya, yaitu:
a. Islam.
b. Baligh (dewasa)
c. Berakal sehat.
d. Adil (tidak fasik)
e. Laki-laki.
f. Mengerti maksud akad nikah.
5. Ijab Dan Qabul
ijab adalah perkataan dari wali pihak wali perempuan. Sedangkan qabul adalah jawaban laki-laki dalam menerima ucapan wali perempuan. Syarat-syarat ijab dan qabul adalah:
a. dengan kata nikah atau tazwij atau terjemahan.
b. Ada persesuaian antara ijab dan qabul.
c. Berturt-turt, artinya ijab dan qabul itu tidak terselang waktu yang lama.
d. Tidak memakai syarat yang dapat mengahalangi kelangsungan pernikahan.
6. Mahar
Mahar atau maskawin ialah pemberian dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan baik berupa uang atau benda-benda yang berharga yang di sebabkan karena pernikahan diantara keduanya. Pemberian mahar merupakan kewajiban bagi laki-laki yang menikahi perempuan. Mahar ini tidak termasuk rukun nikah, sehingga jika pada waktu akan nikah tidak di sebutkan mahar itu, maka akad nikah itu tetap sah. Banyaknya mahar itu tidak dibatasi oleh syariat Islam, hanya menurut kekuatan suami serta keridhaan isteri
7. Sunnah Dalam Akad Nikah
Setelah akad nikah selesai dilaksanakn maka di sunahkan melakukan tiga hal, sebagai berikut:
a. Khotbah nikah
Khotbah nikah sangat dianjurkan menurt agama Islam, karena di dalam khotbah ini banyak nasehat-nasehat
b. Do’a untuk kedua mempelai.
Setelah selesai khotbah nikah di sunahkan berdoa untuk kedua mempelai.
c. Walimah.
Walimah artinya pesta, dan walimah untuk perkawinan di sebut walimatulusr, dengan maksud untuk menyiarkan perkawinan itu. Pernikahan ini perlu diketahui orang banyak supaya mempelai berdua ketika bergaul tidak di curigai oleh masyarakat. Bagi yang di undang untuk mendatangi walimah hukumnya wajib jika yang tidak berhalangan.
8. Hak Dan Kewajiban Suami Isteri
a. Kewajiban suami
1. Suami wajib membayar mahar.
2. Suami wajib memberi nafkah
3. Suami wajib menggauli isteri dengan penuh kasih sayang.
4. Memimpin dan membimbing seluruh keluarga kejalan yang benar.
b. Kewajiban isteri.
1. Isteri wajib taat dan patuh kepada suami.
2. Isteri harus menjaga dirinya, kehormatannya dan rumah tangganya.
3. Mempergunakan nafkah yang di berikan oleh suami dengan sebaik-baiknya.
4. Isteri berkuasa untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangga.
c. Kewajiban bersama suami isteri.
1. Memelihara anak-anak dengan penuh kasih sayang dan tanggung jawab.
2. Berbuat baik kepada semua famili, baik dari keluarga suami maupun keluarga isteri dan kerabat yang lain.
d. Hikmah pernikahan.
1. Pernikahan dapat menentramkan jiwa.
2. Pernikahan dapat menghindarkan seseorang dari perbuatan maksiat.
3. Mempermudah dalam pengumpulan harta.
B. TALAK
1. Pengertian Talak
Kata talak berasal dari bahasa Arab artinya menurut bahasa melepaskan ikatan. Adapun talak menurut istilah syariat Islam ialah melepaskan atau membatalkan ikatan pernikahan dengan lafadz tertentu yang mengandung arti menceraikan. Talak merupakan jalan keluar terakhir dalam suatu ikatan pernikahan antara suami isteri jika mereka tidak terdapat lagi kecocokan dalam membina rumah tangga.
2. Hukum Talak
Talak mempunyai beberapa hukum seperti dibawah ini:
a. Makruh.
b. Haram, apabila talak di jatuhkan oleh suami terhadap isteri dalam keadaan haidh, atau dalam keadaan suci setelah isteri itu di campuri.
c. Sunnah, apabila suami sudah tidak mampu lagi menunaikan tugasnya sebagai suami.
d. Wajib, apabila suami sudah bersumpah dengan mengatakan ia tidak akan menggauli isterinya lagi, atau karena perselisihan antara suami isteri.
Bagi suami yang telah menjatuhkan talak pada isterinya ia mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. Suami memberi mut’ah, yaitu pemberian sesuatu yang berharga dari suami kepada isterinya sesuai dengan kemampuan suami.
b. Suami bersikap santun dan ramah terhadap isteri.
3. Khulu’
Khulu’ adalah talak yang di katuhkan suami karena mengabulkan permintaan isterinya dengan cara membayar tebusan dari pihak isteri kepada suami setelah terjadi khlu’. Antara suami dan isteri berlaku ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Suami boleh menjatuhkan talak kepada isteri, ketika isterinya dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci setelah di campuri.
b. Suami tidak dapat merujuk isterinya pada masa iddah dan juga tidak bisa menambah talak. Jika antara suami dan isteri ingin bersatu kembali harus dengan akad baru.
4. Pasakh
pasakh adalah terjadinya talak yang di jatuhkan oleh hakim atas pengaduan isteri atau suami. Perceraian dalam bentuk pasakh ini dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut:
a. Terdapat suatu aib atau cact pada salah satu pihak.
b. Suami tidak dapat memberi nafkah kepada isterinya.
c. Suami tidak sanggup membayar mahar yang telah disebutkan pada saat akad nikah.
d. Terjadi penganiayaan yang berat oleh suami kepada isterinya.
e. Suami merasa tertipu karena keadaan isteri tidak sesuai dengan janji yang telah di sepakati.
f. Suami mengumpulkan dua orang isteri yang saling bersaudara.
g. Suami berlaku murtad.
h. Suami hilang atau pergi dan tidak jelas tempatnya atau tidak jelas hidup atau matinya.
5. Bilangan Talak
Bilangan talak ada tiga macam, yaitu: Talak Satu, talak dua, dan talak tiga. Talak satu dan talak dua di sebut dengan talak pas’i, yaitu talak yang terjadi antara suami dan isteri dan boleh rujuk ketika dalam masa iddah. Adapun talak tiga yang terjadi antara suami dan isteri, maka tidak boleh mengadakan rujuk di antara keduanya pada masa iddah. Jika keduanya ingin kembali bersatu maka harus di lakukan dengan akad nikah yang baru dan telah di selang orang lain.
Talak tiga meliputi tiga cara, sebagai berikut:
a. Suami menjatuhkan talak sebanyak tiga kali pada waktu yang berbeda-beda.
b. Seorang suami menthlaq isterinya dengan talak satu, setelah habis masa iddahnya isteri itu di nikahi kembali lagi, kemudian di talak lagi.
c. Talak tiga dengan cara suami mengatakan talak kepada isterinya dengan talak tiga pada sati waktu.
Kalimat yang di pakai dalam talak ada dua macam, yaitu:
a. Sharih (terang) yaitu kalimat yang tidak di ragukan lagi bahasa yang dimaksud adalah memutuskan ikatan perkawinan.
b. Kinayah (sindiran) yaitu kalimat yang masih ragu-ragu boleh dikaitkan untuk perceraian nikh atau yang lainnya. Kalimat sindiran ini tergantung pada niatnya, artinya kalau tidak di niatkan untuk perceraian mak tidaklah jatuh talak.
6. Iddah
Iddah menurut bahasa artunya jumlah atau sejumlah. iddah menurut syari’at Islam ialah masa menunggu bagi seorang wanita karena ditalak atau ditinggal mati oleh suaminya, agar dapat diketahui kaandungannya ataukah kosong atau berisi. Adapun hukum iddah bagi seorang istri yang telah ditalaq atau ditinggal mati oleh suaminya adalah wajib. Pada masa iddah istri tidak boleh menikah dengan laki-laki lain hingga habis masa Iddahnya.
Iddah terdiri dari beberapa macam, yaitu:
a. Iddah tiga kali suci atau tiga quru’. Iddah ibni disebabkan karena istri yang ditalak suaminya dalam keadaan hidup dan istri masih bisa mempunyai darah haid.
b. Iddah tiga bulan, yaitu bagi wanita yang di talak oleh suami dalam keadaan hidup dan isteri sudah tidak mempunyai darah haid.
c. Idaah sampai melahirkan anak, berlaku bagi wanita yang di ceraikan atau di tinggal mati suaminya dalam keadaan hamil.
d. Iddah selama empat bulan sepuluh hari, yaitu iddah yang berlaku bagi wanita yang di tinggal mati suaminya dalam keadaan tidak hamil.
Suami yang telah mentalak isterinya dan isterinya masih dalam masa iddah maka bagi suami mempunyai kewajiban terhadap isterinya, sebagai berikut:
1. Suami wajib memberi nafkah berupa sandang, pangan dan papan.
2. Suami wajib memberi nafkah tempat tinggal bagi mantan isterinya yang di talak ba’in, apabila isteri ini tidak hamil.
3. Suami wajib memberi nafkah berupa sandang, pangan, papan bagi mantan isterinya yang di talak ba’in apabila isterinya itu hamil sampai ia melahirkan anak.
Adapun hikmah iddah antara lain, yaitu:
1. Untuk mengetahui apakah isteri yang di cerai itu hamil atau tidak dengan mantan suaminya.
2. Untuk menentukan keturunan jika isteri yang di talak itu dalam keadaan hamil.
3. Untuk memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak suami dan isteri yang di talak hidup jika keduanya menghendaki berumah tangga lagi.
C. CERAI
Suatu ikatan perkawinan akan menjadi putus antara lain di sebabkan karena perceraian.dalam hukum Islam perceraian terjadi karena Khulu’, zhihar, ila’, dan li’an. Khulu’ adalah perceraian yang di sertai sejumlah harta sebagai ‘iwadh yang diberikan oleh isteri kepada suami untuk menebus diri agar terlepas dari ikatan perkawinan. Dewasa ini sering terjadi seorang wanita sengaja membayar suaminya agar mau bercerai. Hal ini terjadi lantaran mengejar cita-cita duniawi semata tanpa memikirkan urusan akhiratnya.
Zhihar atau zhuhrun yang berarti punggung dalam bahasa Arab. Dalam kaitannya dengan suami isteri, shihar adalah ucapan suami kepada isterinya yang berisi menyerupakan punggung isteri dengan punggung ibu dari suami. Dan ini menjadi sebab mengharamkan menyetubuhi isterinya. Hal ini juga sering kita alami lantaran sang isteri mirip dengan ibu kita. Tetapi kalau penyebutannya dalam hal yang ringan hal semacam itu tidak menjadi masalah.
Illa’ artinya simpah, yaitu sumpah suami yang menyebut asma Allah untuk tidak mendekati isterinya itu. Dan di sini Allah membeikan waktu selama empat bulan. Jika dalam waktu itu tidak ada perubahan antara keduanya maka suami boleh menjatuhkan talak. Setiap ada hubungan tidak selamanya akan baik,dan ini merupakan hal yang sering terjadi dalam ikatan perkawinan. Karena terlalu emosi kadang-kadang suami bertindak di luar batas sampai-sampai bersumpah demi Allah tidak akan menyentuk isterinya. Hal semacam ini harus kita hindari jauh-jauh karena bisa memecah ikatan perkawinan.
Kemudian Li’an artinya jauh dan laknat, kutukan. Li’an ialah sumpah yang diucapkan oleh suami ketika ia menuduh isterinya berbuat zina dengan empat kali kesaksian bahwa dia adalah orang yang benar dalam tuduhan, kemudian dia bersedia menerima laknat dari Allah dalam kesaksiannya yang kelima jika ia berdusta.
D. RUJUK
1. Pengertian.
Rujuk menurut bahasa artinya kembali. Adapun menurut syariat Islam ialah kembalinya mantan suami kepada mantan isterinya yang telah di talaknya dengan talak raj’I untuk kumpul kembali pada masa iddah tanpa tanpa mengadakan akad nikah yang baru. Hukum asal daripada Rujukadalah mubah (boleh). Hal ini di dasarkan pada firman Allah SWTsurat Al-Baqarah ayat 228: Artinya: “dan suami-suaminya yang berhak meRujuknya dalam masa menanti itu jika mereka (para suami) itu mengehendaki Islah”
2. Hukum Hukum Rujuk
Hukum rujuk dapat berubah menjadi sunnah, makruh atau haram sesuai dengan hal-hal tertentu, sebagai berikut:
a. Mubah, hal ini sesuai dengan hukum asalnya.
b. Sunnah apabila rujuk dimaksudkan untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan yang telah retak.
c. Makruh apabila rujuk ini akan membawa mudharat dan talak lebih bermanfaat.
d. Haram, apabila dengan rujuk akan membawa isteri teraniaya.
3. Rukun Rujuk
Adapun rukun rujuk ada tiga, yaitu:
1. Isteri dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Isteri telah di campuri oleh mantan suami sebab bila belum di campuri tidak ada iddah dengan demikian tidak boleh Rujuk.
b. Isteri di dalam keadaan talak raj’I, sebab dalam keadaan talak bain baik berupa fasakh, khulu’ atau talak tiga itu tidak boleh.
2. Suami dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Baligh (dewasa).
b. Berakal (tidak dalam keadaan gila atau m.abuk)
c. Dengan kemauan sendiri (tidak di paksa).
3. Sighat (ucapan)
Cara merujuk yang di lakukan oleh suami ada dua macam, yaitu: dengan sharih (jelas) dan dengan cara kinaya (sindiran). Pada waktu suami mengucapkan Rujuk sebaiknya ada dua orang saksi yang adil (tidak fasik).
4. Hikmah Rujuk
Adapun hikmah rujuk adalah:
a. Rujuk dapat mengekalkan pernikahan dengan cara sederhana tanpa melalui akad nikah baru, setelah terjadi perceraian antara suami dan isteri.
b. Rujuk merupakan sarana untuk menyatukan kembali hubungan antara suami isteri dengan cara ringan dari segi biaya, waktu, maupun tenaga atau pikiran.
BAB III
ANALISIS DATA
Dalam bab ini penulis akan memaparkan data hasil penelitian tentang presentase nikah, talak, dan rujuk yng ada di Kantor Urusan Agama Kecamatan Blimbing. Berikut data-data selengkapnya:
1. Data Nikah Di Kecamatan Blimbing
TAHUN 2003 TAHUN 2004
KELURAHAN NIKAH KELURAHAN NIKAH
PURWANTORO 188 PURWANTORO 193
BUNULREJO 163 BUNULREJO 170
POLOWIJEN 82 POLOWIJEN 79
ARJOSARI 76 ARJOSARI 90
PURWODADI 129 PURWODADI 161
BLIMBING 73 BLIMBING 95
PANDANWANGI 173 PANDANWANGI 145
KESATRIAN 41 KESATRIAN 73
JODIPAN 94 JODIPAN 89
POLEHAN 169 POLEHAN 120
BALEARJOSARI 45 BALEARJOSARI 46
JUMLAH 1233 JUMLAH 1261
Dari tabel data di atas terlihat bahwa pada tahun 2003 jumlah masyarakat yang menikah cukup banyak. Terlihat juga yang paling banyak melaksanakan pernikahan di kelurahan Purmantoro dengan jumlah pasangan suami isteri 188 pasangan, kemudian di susul dengan kelurahan Pandanwangi sebanyak 173 pasangan. Kemudian kelurahan yang paling sedikit melangsungkan pernikahan terdapat di kelurahan Kesatrian dengan jumlah pasangan sebanyak 41 pasangan. Dari data nikah diatas, secara keseluruhan pada tahun 2003 jumlah pernikahan yang tercatan adalah sebanyak 1233 pasangan.
Kemudian untuk tahun 2004 mengalami sedikit kenaikan. Dapat dilihat pasangan yang melakukan pernikahan yang terbanyak terdapat di kelurahan Purwantoro dengan jumlah 193 pasangan kemudian di tempat kedua yaitu kelurahan Bunulrejo dengan jumlah 170 pasangan. Dan kelurahan yang paling sedikit masyarakatnya yang melangsungkan pernikahan adalah kelurahan Balearjosari dengan jumlah 46 pasangan. Secara keseluruhan pada tahun 2004 jumlah pernikahan di kecamatan Blimbing sebanyak 1261 pasangan.
2. Data Talak Di Kecamatan Blimbing
TAHUN 2003 TAHUN 2004
KELURAHAN TALAK KELURAHAN TALAK
PURWANTORO 7 PURWANTORO 6
BUNULREJO 9 BUNULREJO 4
POLOWIJEN 0 POLOWIJEN 3
ARJOSARI 0 ARJOSARI 3
PURWODADI 4 PURWODADI 3
BLIMBING 1 BLIMBING 3
PANDANWANGI 1 PANDANWANGI 7
KESATRIAN 1 KESATRIAN 0
JODIPAN 2 JODIPAN 5
POLEHAN 8 POLEHAN 7
BALEARJOSARI 0 BALEARJOSARI 2
JUMLAH 33 JUMLAH 43
Dari tabel data di atas terlihat bahwa pada tahun 2003 jumlah masyarakat yang melaporkan telah mentalak isterinya sangat sedikit. Dan dapat kita lihat yang paling banyak melakukan talak terdapat di kelurahan Bunulrejo dengan jumlah 9 pasangan, kemudian di susul dengan kelurahan Polehan sebanyak 8 pasangan. Kemudian kelurahan yang paling sedikit melangsungkan pernikahan terdapat di kelurahan Blimbing, Pandanwangi, Kesatrian masing-masing sebanyak 41 pasangan.dan di kelurahan Polowijen, Arjosari, dan Balearjosari yang mentalak isteinya tidak ada. Dari data talak diatas, secara keseluruhan pada tahun 2003 jumlah talak yang tercatan adalah sebanyak 33 pasangan.
Kemudian untuk tahun 2004 mengalami sedikit kenaikan. Dapat dilihat talak yang terbanyak terdapat terjadi pandanwangi dan polehan sejumlah 7 pasangan. Dan kelurahan yang paling sedikit adalah di Balearjosari sebanyak 2 pasangan dan di kelurahan Kesatrian tidak ada. Secara keseluruhan pada tahun 2004 jumlah talak di kecamatan Blimbing sebanyak 43 pasangan.
3. Data Cerai Di Kecamatan Blimbing
TAHUN 2003 TAHUN 2004
KELURAHAN CERAI KELURAHAN CERAI
PURWANTORO 14 PURWANTORO 17
BUNULREJO 10 BUNULREJO 9
POLOWIJEN 4 POLOWIJEN 4
ARJOSARI 1 ARJOSARI 3
PURWODADI 9 PURWODADI 7
BLIMBING 9 BLIMBING 10
PANDANWANGI 6 PANDANWANGI 7
KESATRIAN 1 KESATRIAN 3
JODIPAN 6 JODIPAN 7
POLEHAN 1 POLEHAN 8
BALEARJOSARI 2 BALEARJOSARI 3
JUMLAH 63 JUMLAH 78
Dari tabel data di atas terlihat bahwa pada tahun 2003 jumlah masyarakat yang cerai cukup banyak. Terlihat juga yang paling banyak melakukan perceraian di kelurahan Purmantoro dengan jumlah 14 pasangan. Kemudian kelurahan yang paling sedikit melangsungkan pernikahan terdapat di kelurahan Arjosari, Kesatrian Polehan dengan jumlah 1 pasangan. Dari data cerai diatas, secara keseluruhan pada tahun 2003 jumlah perceraian yang tercatat adalah sebanyak 63 pasangan.
Kemudian untuk tahun 2004 mengalami sedikit kenaikan. Dapat dilihat pasangan yang melakukan perceraian yang terbanyak terdapat di kelurahan Purwantoro dengan jumlah 17 pasangan kemudian di tempat kedua yaitu kelurahan Blimbing dengan jumlah 10 pasangan. Dan kelurahan yang paling sedikit masyarakatnya yang melangsungkan perceraian adalah kelurahan Arjosari, Kesatrian, Balearjosari dengan jumlah masing-masing 3 pasangan. Dan secara keseluruhan pada tahun 2004 jumlah perceraian di kecamatan Blimbing sebanyak 78 pasangan.
4. Data Rujuk Di Kecamatan Blimbing
TAHUN 2003 TAHUN 2004
KELURAHAN RUJUK KELURAHAN RUJUK
PURWANTORO 0 PURWANTORO 0
BUNULREJO 0 BUNULREJO 0
POLOWIJEN 0 POLOWIJEN 0
ARJOSARI 0 ARJOSARI 0
PURWODADI 0 PURWODADI 0
BLIMBING 0 BLIMBING 0
PANDANWANGI 0 PANDANWANGI 0
KESATRIAN 0 KESATRIAN 0
JODIPAN 1 JODIPAN 0
POLEHAN 0 POLEHAN 0
BALEARJOSARI 0 BALEARJOSARI 0
JUMLAH 1 JUMLAH 0
Dari tabel data di atas terlihat bahwa pada tahun 2003 jumlah masyarakat yang melakukan rujuk sangat sedikit jika dibandingkan dengan pasangan yang melakukan perceraian. Terlihat dari tabel diatas terlihat bahwa pada tahun 2003 yang melakukan rujuk hanya terdapat di satu kelurahan yaitu kelurahan Jodipan dan jumlahnyapun hanya 1 pasanganan. Kemudian untuk tahun 2004 jumlah psasangan yang melakukan rujuk tidak ada.
BAB IV
KESIMPULAN
Nikah adalah salah satu pokok hidup yang utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna, bukan saja perkawinan itu satu jalan yang sangat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi perkawinan itu dapat di pandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara satu umat dengan yang lain. Selain dari pada itu, dengan perkawinan seseorang akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsu.
Talak menurut istilah syariat Islam ialah melepaskan atau membatalkan ikatan pernikahan dengan lafadz tertentu yang mengandung arti menceraikan. Talak merupakan jalan keluar terakhir dalam suatu ikatan pernikahan antara suami isteri jika mereka tidak terdapat lagi kecocokan dalam membina rumah tangga.
Suatu ikatan perkawinan akan menjadi putus antara lain di sebabkan karena perceraian.dalam hukum Islam perceraian terjadi karena Khulu’, zhihar, ila’, dan li’an. Rujuk menurut bahasa artinya kembali. Adapun menurut syariat Islam ialah kembalinya mantan suami kepada mantan isterinya yang telah di talaknya dengan talak raj’I untuk kumpul kembali pada masa iddah tanpa tanpa mengadakan akad nikah yang baru. Hukum asal daripada Rujuk adalah mubah (boleh).
No comments:
Post a Comment